23 November 2008

Farewell To Dignity



Begitu dekat begitu jauh

Pernah suatu ketika waktu aku ditugaskan di daerah Pendopo, Muara Enim, Aku menginap di Guest House Cirebon, sebuah mess eksekutif tempat para staff perusahaan diinapkan selama proses mandah (menginap untuk kepentingan pekerjaan) dalam penggarapan suatu proyek yang memakan waktu lama dalam pengerjaannya. Messnya sangat sejuk, Mess berasitektur serba kayu jati itu Cuma terbagi beberapa ruang ber AC, ruang kamar, ruang tamu, ruang makan, ruang pembantu dan beberapa ruang lainnya, semua serba lux dan harum, termasuk layanan televisi kabel dan hidangan makanan serba enak. Maklum mess itu diperuntukkan bagi para staff kontraktor sharing-nya Pertamina, waktu itu masih milik Exspan, sebuah perusahaan eksploitasi minyak bonafide, tetapi sekarang sudah diakuisisi oleh Medco Energi, Tbk. Dan aku termasuk salah satu staff yang menginap disana. Setelah hari gelap kami baru tiba dan bermalam disana. Aku nikmati betul malam hari pertama aku tiba disana, di sebuah lokasi yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, aku puaskan makan-makan, bersantai sambil sesekali mengobrol dengan penghuni mess lainnya hingga akhirnya malam mengantarkan aku terlelap diatas kasur empuk dalam kamar pribadi aku. Pagi ketika matahari telah menyingsing, aku terbangun oleh kicauan burung dipepohonan sebelah kamar aku, sebab mess kami terletak didaerah perbukitan dengan suasana asri khas komplek perumahan pertamina dan berada agak ke dalam hutan, tetapi bukan hutan liar karena sudah banyak perkebunan milik penduduk atau milik perusahaan swasta. Aku singkap tirai jendela ingin mengetahui situasi di sekeliling mess pada waktu terang. Sebab tadi malam tidak begitu jelas terlihat. Begitu aku lihat, aku terpaku beberapa lama, tertegun memperhatikan pemandangan tidak begitu jauh dari kamar aku, hanya dibatasi oleh halaman, pagar dan sebuah jalan tanah merah khas jalan proyek, terdapat sebuah lahan sawah yang tidak begitu besar diapit oleh beberapa kebun dan persawahan lainnya. Ternyata lokasi mess kami berbaur dengan lokasi persawahan dan perkebunan penduduk. Karena memang benar lokasi daerah minyak tidak mengenal tempat, dimana ada minyak disitu dieksploitasi. Disana terlihat sepasang suami istri yang sudah cukup tua sedang menggarap sawah, seorang anaknya terlihat mondar mandir sambil menuntun kerbau entah sapi, semua menceburkan diri di kubangan sawah, berpanas-panas dibawah matahari yang semakin terik, bekerja dengan segenap tenaga, entah sudah berapa lama mereka bekerja hari itu. Tak dapat aku tahan rasa sedih, Mengapa Tuhan lainkan kenikmatan makhlukNya, ada mereka yang berkepayahan mencari sesuap nasi dengan membanting tulang siang malam, kepanasan kehujanan, memeras tenaga dan pikiran, dan ada pula mereka yang berada dalam ruangan sejuk, tidur nyenyak di kasur empuk, makan serba enak, semua serba mewah. Kenikmatan yang masing-masing kami miliki hanya dipisahkan tanah 30 meter jauhnya, tetapi begitu paradoksal, begitu membuat gundah dan menyedihkan. Bagaimana jika terjadi pertukaran posisi. Aku meringis dalam hati. Akhirnya aku berbisik dalam sanubari, Ya Tuhan, ampuni aku yang telah begitu banyak menerima rahmatMU, dan kadang lalai menyadarinya, aku minta satu Engkau beri seratus, Aku minta setetes Engkau limpahkan selautan. Ya Tuhan, Jangan tinggalkan aku ketika aku lupa dan lena. Aku tahu pasti ada rahasia dibalik semua ayat-ayat yang kau hamparkan kehadapanku, akan terus kupelajari apa yang Engkau rahasiakan, Akan aku cari hikmahnya walau sampai kapanpun juga dengan akal dan jiwaku yang danagkal ini ini. (Mengenang 6 tahun resign)

Tidak ada komentar:

Wise Word

The Knowledgement Can Satisfy Your Need But Not Your Greed