12 Agustus 2009

DOSEN

Seorang Dosen-kah Aku?

Tulisan ini dimaksudkan untuk merenungkan kembali tentang apa yang sudah kita lakukan sebagai seorang dosen selama bekerja sebagai dosen. Mungkin selama ini kita tidak pernah tahu atau sengaja tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang apa sebenarnya yang harus dilakukan sebagai dosen. Dosen adalah sebutan yang seringkali kita dengar bagi seseorang yang mengajar di perguruan tinggi. Namun pada hakekatnya, sang dosen adalah pegawai dari suatu instansi apakah itu negeri (baca: pemerintah) atau swasta (baca: non pemerintah).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat 6, dosen disebutkan sebagai pendidik termasuk pula didalamnya guru, kanselor, pamong belajar dan sebagainya. Selanjutnya dalam Bab XI Pasal 39 ayat 2 disebutkan “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, Bab I pasal 1 ayat “Dosen adalah tenaga pendidik atau kependidikan pada perguruan tinggi yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar” atau dalam Bab IX Pasal 101 ayat 2: “Dosen adalah seorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar pada perguruan tinggi yang bersangkutan”. Dalam Bab VIII Bagian Kedua Pasal 50, disebutkan bahwa para dosen merupakan unsur pelaksana akademik pada jurusan.
Dengan demikian sebutan resmi bagi seorang yang mengajar di perguruan tinggi adalah dosen sebagaimana undang-undang dan peraturan pemerintah. adalah seperti yang tugas utama dosen sebagai tenaga pendidik adalah mengajar.kalau kita menilik Pasal 39 ayat 2 tersebut, antara dosen dan guru (SD – SMA) dibedakan oleh adanya aktivitas Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Jadi sudah menjadi mahfum bersama bahwa dosen mimiliki tugas mengajar, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu sangatlah mudah bagi kita untuk mengukur kinerja dosen berdasarkan definisi dosen seperti tersebut di atas. Tidak lengkap seorang dosen menjadi dosen jika hanya mengajar melulu — Pengajar — tanpa pernah melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sebaliknya, seorang dosen tidak boleh hanya melakukan penelitian melulu — Peneliti — dan mengabaikan tugas utamanya untuk mengajar. Dan juga, jika dosen hanya senang melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat tanpa mengajar dan penelitian, maka sang dosen bisa disebut Aktivis LSM. Jadi dosen memiliki pengertian yang utuh baik mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat.
Tabel 1 Lampiran I Surat Dirjen Dikti No. 3298/D/T/99 tanggal 29 Desember 1999
No. Jenis Kegiatan (sesuai beban kerja ideal dosen) Jumlah jam per Minggu atau Ekuivalen
A. Pendidikan
1. Mengajar matakuliah “X” (3 SKS) 9
2. Mengajar matakuliah “Y” (3 SKS) 9
3. Membimbing mahasiswa menyelesaikan Skripsi, 3 orang per semester 6
4. Perwalian mahasiswa, 20 orang per semester 1
5. Menguji ujian akhir (sidang sarjana), 3 orang per semester 0,5
6. Membuat diktat kuliah 1 diktat per tahun 2
Jumlah A 27,5
B. Penelitian
1. Penelitian (OPF, HB, SPP, dll) 1 topik per tahun, sebagai peneliti utama 10
2. Penulisan makalah di jurnal terakreditasi, 1 judul per 2 tahun, sebagai penulis utama 1
Jumlah B 11
C. Pengabdian pada Masyarakat
1. Mengadakan pelatihan insidental,1 topik per semester. 1
D. Kegiatan Penunjang
1. Aktif dalam kepanitiaan 1 panitia per tahun 1
Jumlah total 40,5

Penjelasan: Rasional perhitungan jumlah jam kerja per minggu (Lampiran II Surat Dirjen Dikti No. 3298/D/T/99 tanggal 29 Desember 1999)
Mengajar/memberi kuliah :
1 SKS (Satuan Kredit Semester) ekuivalen dengan 3 jam pelaksanaan yang terdiri atas 1 jam tatap muka di kelas dan 2 jam persiapan menyusun bahan kuliah.
Membimbing mahasiswa menyelesaikan skripsi :
Skripsi mempunyai bobot 6 SKS berarti setiap mahasiswa harus menyediakan waktu 6 x 3 = 18 jam per minggu untuk mengerjakan skripsi. Karena sifat skripsi adalah tugas mandiri, maka minimal setiap mahasiswa harus berkonsultasi dengan dosen pembimbing selama 2 jam per minggu.
Perwalian mahasiswa :
Beban normal dosen wali adalah 20 orang mahasiswa per semester sehingga dosen mengenal setiap mahasiswa yang dibinanya. Untuk hal tersebut dosen menyediakan waktu minimal 1 jam per minggu untuk konsultasi terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh para mahasiswanya.
Menguji ujian akhir / sidang sarjana :
Setiap ujian akhir (sidang sarjana) memakan waktu 3 jam sehingga jika ada 3 mahasiswa mengikuti sidang sarjana pada akhir semester, dosen penguji harus menyediakan waktu 9 jam per semester atau 0,5 jam per minggu (1 semester ekuivalen dengan 18 minggu)
Membuat diktat kuliah :
Diktat kuliah diperkirakan berjumlah 100 halaman dan untuk menjamin mutu diktat yang baik diperlukan waktu menulis yang cukup. Jika 100 halaman ditulis dalam waktu 1 tahun, maka diperkirakan setiap minggu dapat ditulis 2 halaman (50 minggu efektif dalam 1 tahun) dan untuk dapat menulis 2 halaman yang bermutu diperlukan waktu 2 jam (termasuk persiapan mencari literatur, gambar, dsb.)
Penelitian
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Ditjen Dikti, maka alokasi waktu yang harus disediakan oleh peneliti utama dalam melakukan penelitian Hibah Bersaing (HB) adalah 10 jam per minggu.
Penulisan makalah di jurnal terakreditasi :
Penulisan makalah yang diterbitkan di jurnal memerlukan waktu cukup lama, dimulai dari penulisan naskah, pengiriman ke dewan redaksi, review oleh tim penilai, perbaikan/koreksi oleh penulis berdasarkan hasil review dan proses penyempurnaan untuk siap cetak. Menurut kaidah nornal, diperlukan waktu 2 tahun dari saat mulai penulisan untuk akhirnya terbit di jurnal, dan waktu yang harus dialokasikan oleh penulis adalah ekuivalen dengan 1 jam per minggu.
Pelatihan insidental :
Kegiatan ini ditujukan untuk pengabdian pada masyarakat dengan memberikan jasa keahlian yang dimiliki oleh dosen tersebut. Berdasarkan kaidah normal, maka dosen mengadakan pelatihan 1 topik per semester dengan lama waktu pelatihan 3 hari kerja (ekuivalen 18 jam pelatihan). Untuk mempersiapkan bahan pelatihan diperlukan waktu minimal 18 jam, berarti diperlukan waktu 1 jam per minggu (1 semester ekuivalen dengan 18 minggu).
Keanggotaan dalam panitia :
Keanggotaan dalam panitia memerlukan komitmen waktu minimal untuk menghadiri rapat. Jika rapat rutin diadakan setiap 2 minggu dan setiap rapat normalnya berlangsung 2 jam maka diperlukan komitmen untuk 1 jam per minggu.
Jadi, silahkan dihitung berapa waktu yang harus diluangkan kalau dosen X di Jurusan Y mengajar 20 SKS (60 jam/minggu). Jelas ini melebihi jam kerja yang hanya 40 jam/minggu. Dan apakah ini mungkin dilakukan? ¾ Fakta di lapangan menunjukkan sang dosen mampu mengajar hingga sebanyak itu, dan masih bisa mengerjakan tugas struktural, masih bisa “melirik pekerjaan sebelah”, dan juga masih bisa membimbing mahasiswa kerja praktek, skripsi atau tugas akhir, masih mengurusi program hibah kompetisi. Wow, sungguh luar biasa! Bisa-bisa sang dosen ini tidak pernah tidur.
Kalau pertanyaannya adalah apakah ini normal atau ideal ? ¾ tentu saja jauh tidak ideal. Bagaimanakah kualitas dari tiap-tiap komponen tugas yang dikerjakannya ? Oleh karena itu, masihkah kita menjadi seorang dosen ? ¾ silahkan kita tanyakan pada hati nurani kita masing-masing. (Sumber : Seputar dunia Akademis).

PENJARA VERSUS ME

Saat itu aku mulai melakukan risetku di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Palembang. Lembaga yang menampung tahanan dan napi itu kelihatan tidak seangker namanya. Didalamnya terkumpul anak-anak yang bermasalah dengan hukum mulai dari kasus pencurian hingga pembunuhan. Tujuanku melakukan riset hanya satu yaitu mengumpulkan data mengenai penyebab mengapa anak-anak tersebut sampai melakukan kejahatan. Metode yang kugunakan sederhana yaitu mewawancarai anak-anak itu secara terbuka dengan dipandu oleh lembar kuisioner sebagai alat bantu. Kubayangkan anak-anak yang nakal dan tidak kooperatif yang harus kuhadapi, terbayang prilaku kasar dan keengganan mereka untuk diajak bicara atau untuk dikorek keterangan. Semula kupasang tampang agak seram, agak jaim dan sedikit kelihatan berwibawa, walau ku tahu metode itu tidak tepat digunakan untuk memancing kejujuran mereka dalam menjawab pertanyaan yang kuberikan secara terbuka dan transparan. Tapi betapa aku terkejut, setelah tiba saat wawaancara, mula-mula aku terapkan strategi kasar ku tapi apa yang kudapatkan, justru jawaban lugu dan penuh keakraban dari mereka seolah mereka senang bertemu dengan aku. Terus kupanggil yang kedua, yang ketiga dan seterusnya hingga yang terakhir untuk hari itu. Semua ternyata sama polosnya, lugu, penuh keakraban dan canda, aku jadi agak malu sedikit melihat kesombonganku yang sok intelek dan ingin ditakuti walaupun itu terpaksa kulakukan. Hampir aku menangis dalam hati, betul-betul ingin menagis melihat kepolosan mereka dan penyesalan mereka mengapa sampai masuk tahanan,tergambar kepedihan yang mendalam melihat masa depan yang suram, dengan menyembunyikannya dibalik keceriaan dan semangat menyongsong hari pembebasan untuk insyaf dan berbuat lebih baik, itu yang ada di benak mereka, entah itu sandiwara mereka didepanku atau hanya kejujuran semata, karena melihat latar belakang mereka adalah perampok, penodong, pencuri bahkan pembunuh, walau usia mereka belum ada yang melebihi 20 tahun. Terlintas dibenakku untuk menolong mereka keluar dari masalah yang sedang mereka hadapi, tapi apa daya keinginan itu hanya simbolis ketidakmampuanku dan berjuta orang lain untuk menyelamatkan anak-anak dari kehancuran. Ku hanya berdoa semoga mereka diselamatkan oleh Allah SWT hidupnya dan setidaknya dibahagiakan di akhirat kelak. Amiin.

Wise Word

The Knowledgement Can Satisfy Your Need But Not Your Greed