08 Maret 2003

PEMBENTUKAN KEBIJAKAN BIDANG PENANAMAN MODAL ASING




PEMBENTUKAN KEBIJAKAN BIDANG

PENANAMAN MODAL ASING

DAN ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHINYA

Oleh :

IDIL VICTOR

NIM 20072005029


I. PENDAHULUAN

Meninjau lebih jauh kedalam sistem pemerintahan dan sistem perUndang-undangan suatu negara tidak terlepas dari pengaruh unsur-unsur yang mempengaruhi pembentukan sistem pemerintahan dan sistem PerUndang-undangan negara tersebut. Dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Prinsip bahwa sistem pemerintahan yang berdasarkan atas konstitusi, pada hakikatnya adalah sama dengan pemerintahan yang berdasarkan hukum. Maka niscayalah bahwa ungkapan “penjelasan” tersebut adalah hendak menegaskan tentang pemerintahan tidak bersifat absolute.” [1]

Sistem konstitusi di negara Indonesia membawa pengaruh yang besar dalam tercapainya kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum disetiap aspek kehidupan dan menjadi landasan dalam pengambilan setiap kebijaksanaan dibidang hukum yang tercermin secara konkrit dalam produk hukum tersebut berupa peraturan perUU, Peraturan Pemerintah, ataupun peraturan lainnya secara hierarkhi.

Implementasi dari sistem konstitusi negara Indonesia adalah lahirnya produk-produk hukum yang merupakan kebijaksanaan pemerintah yang berperan besar dalam tercapainya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat dibidang ekonomi. Salah satunya adalah Undang-undang Penanaman Modal Nomor 29 Tahun 2007 yang merupakan pembaharuan dari UU No 1 Tahun 1967.

UU Penanaman modal merupakan induk atau payung hukum yang menaungi semua aspek pembangunan nasional dibidang penanaman modal baik penanaman modal asing maupun penamanam modal dalam negeri. Tentunya pemerintah yang berperan sebagai stakeholder dibidang penanaman modal mengarahkan pembangunan di bidang penanaman modal sesuai dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain yang juga memiliki kepentingan dibidang penanaman modal seperti pihak asing baik sebagai investor maupun lembaga pemerintahan, NGO, masyarakat, perusahaan swasta nasional, badan asing, dan lain-lain agar tidak terjadi conflict of interest.

Undang-Undang Penanaman Modal yang telah disahkan oleh DPR pada 29 Maret 2007 telah menimbulkan banyak kontroversi diberbagai kalangan. UU ini telah dipersiapkan selama 17 tahun dan merupakan hasil kompromi politik atas berbagai kepentingan yang ada. Kalangan pengusaha berpendapat bahwa UU ini tidak menyelesaikan masalah karena dianggap pelit insentif dan dianggap tidak ada bedanya dengan UU lama. Tetapi sejauh mana letak persepsi atau sudut pandang para pihak terhadap UU Penanaman Modal No 25 Tahun 2007 akan dibahas lebih lanjut.

II. Perumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, masalah yang akan dibahas adalah mengenai aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi pemerintah dalam melakukan pembentukan kebijakan bidang penamanan modal.

III. ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHI PEMERINTAH DALAM PROSES PEMBENTUKAN KEBIJAKAN BIDANG PENANAMAN MODAL

Menurut Philip Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya Law and Society I Transition: Toward Responsive Law – Politik Hukum Nasional bertujuan menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional, transparan, demokratis, otonom, dan responsif terhadap aspirasi dan ekspektasi masyarakat bukan sebuah sistem hukum yang bersifat menindas, ortodoks, dan reduksionistik.[2]

Hal tersebut dicoba dituangkan emerintah kedalam perumusan sistem hukum Indonesia dewasa ini. Produk hukum yang baik adalah produk hukum yang mampu mengakomodir kepentingan semua pihak dari segala segi kemanfaaatan. Tetapi sebuah perencanaan sebaik apapun akan tinggal konsep apabila tidak diiringi dengan optimisme semua pihak yang berkepentingan dalam mengapresiasi suatu produk hukum secara baik. Dalam pemenuhan kepentingan-kepentngan tersebut, tak jarang pemerintah dalam hal ini legislative sering memelintir kepala guna mendapatkan produk hukum yang terbaik bagi semua pihak dengan memperhitungkan resiko terburuk dengan menyiapkan langkah-langkah antisipasi yang akan diambil apabila produk hukum dukeluarkan dan gagal.

Tidak beda halnya dalam UU Penamanam modal nomor 25 tahun 2007 yang merupakan hasil manifestasi kepentingan semua pihak yang dipengaruhi oleh berbagai aspek.

Aspek-aspek yang mempengaruhi pembentukan kebijakan dibidang penamanan modal oleh pemerintah akan dibahas sebagai berikut.

1. Adanya Pengaruh Tekanan Ekonomi

Sebagaimana diketahui UU Penanaman Modal No 25 Tahun 2007 sebagai penyempurnaaan UU No 1 tahun 1967 merupakan prroduk hukum yang lahir untuk mengatur kemerosotan dibidang perekonomian khususnya bidang penanaman modal asing yang bertujuan mengatur perusahaan-perusahaan peninggalan Hindia Belanda yang kembali beroperasi sejak tahun 1953. Kemerosotan tersebut diakibatkan oleh pengaruh politik yang kurang kondusif serta usaha pemerintah yang mengeluarkan kebijaksanaan mengambil alih dan menasionalisasikan perusahaan-perisusahaan.

Setelah terjadi stagnasi dan kemandegan di bidang investasi khususnya investasi asing maka melalui analisis yang mendalam pada tanggal 10 januari 1967 dikeluarkanlah UU penamaman Modal Asing untuk pertama kalinya sebagai produk pemula dari kebijaksanaan Indonesia dibidang Penanmaan modal. Tujuan utama dikeluarkannya UU tersebut adalah untuk membuka perekonomian dan menggerakkan kembali dunia usaha.

Kebijaksanaan lainnnya kemudian menyusul seperti kebijaksanaan pengelolaan penanaman modal khususnya Penanaman modal yang ditetapkan dan dilakukan oleh pemerintah yang diwujudkan dalam suatu instrument kebijaksanaan berupa peraturan per UU lainnya atau melalui peraturan pemerintah, keppres, dan keputusan ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

2. Adanya pengaruh kepentingan politik pemerintah dalam negeri dalam memajukan perusahaan nasional.

Salah satu kebijaksanaan yang mendasar yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi terhadap iklim penanaman modal adalah dikeluarkanya kebijakan dibidang penamanam modal langsung (Foreign Direct Investment) yang diatur dalm pasal 1 UU No 1 tahun 1967. Isi pasal tersebut adalah : “Pengertian penanaman modal asing dalam UU ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang diadakan menurut artau berdasarkan ketentuan UU ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti bahwa pemilik modal, secara langsung menanggung resiko dari penanamam modal tersebut”.

Pada saat itu penanaman modal secara langsung (Foreign Direct Investment) merupakan yang paling menonjol dan menunjukkan peningkatannya dalam rangka mendapatkan fasilitas penanaman modal asing (FDI). Kehadiran FDI telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku lokal, proses alih teknologi dan manajemen.

Namun perlu dicermati bahwa bila dikaitkan dengan pasal lainnya yaitu pasal 23 UU no 1 tahun 1967 yang isinya menyebutkan bahwa “Dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerjasama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengigat ketentuan pasal 3”. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat yang dikandung oleh pasal 1. Terdapat pertentangan asas yang menyatakan bahwa untuk melakukan penanaman modal pihak asing diharuskan menggandeng pengusaha nasional dalam bentuk kerjasama patungan atau joint venture. Tentu hal tersebut diambil berdasarkan alasan-alasan yang mampu melegalkan ketentuan tersebut. Salah satu yang paling diunggulkan adalah alasan bahwa pemerintah menaruh perhatian besar terhadap nasib perusahaan dalam negeri baik perusahaan milik pemerintah maupun swasta.

Sebagaimana diketahui dalam pemberlakuan suatu peraturan, biasanya berlandaskan tiga kepentingan yang dituju yaitu bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Dengan berlakunya pasal 1 maka politik hukum yang dijalankan pemerintah adalah dengan memperhatikan asas kepastian hukum, bahwa perusahan asing dapat menanamkan modalnya langsung tanpa menggandeng perusahaan nasional, atau untuk mendirikan perusahaan asing di Indonesia, pemerintah memberikan payung hukumnya bagi perusahaan asing dengan mengacu kepada pasal 1, yang mendefinisikan penanaman modal langsung sebagai penanaman modal yang dilakukan oleh pihak asing secara langsung tanpa bekerjasama dengan perusahaan nasional atau perusahaan dalam negeri.

Berdampingan dengan hal diatas, asas keadilan juga digandeng oleh pasal 23, yang berbunyi sebagai berikut: hal tersebut dapat didefinisikan dengan keharusan perusahaan asing untuk menanamkan modalnya dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan dalam negeri dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dan jaminan dalam usaha bagi perusahaan dalam negeri tanpa adanya monopoli dan persaingan tidak sehat dari perusahaan asing. Asas keadilan ini nampaknya cukup mampu dijadikan landasan dalam pencantuman pasal 1.

Terlepas dari pemenuhan asas keadilan dan kemanfaatan pememrintah Indonesia mencoba menuai manfaat dari diberlakukannya dualisme kebijaksanaan tersebut, hal itu dipertahankan karena melihat perkembangan investasi pada saat itu yang membutuhkan jalur abu-abu dengan mengaburkan kebijaksanaan antara kepastian hukum dan keadilan hukum. Dikatakan menjamin kepastian hukum bahwa perusahaan asing dapat langsung menanamkan modal tanpa patungan dengan perusahaan nasional dan dari sudut keadilan pemerintah dipandang juga berusaha melindungi kepentingan dan pertumbuhan perusahaan nasional agar tidak didominasi oleh perusahan asing dalam menggarap daftar skala prioritas di bidang investasi yang mutlak memerlukan modal besar serta manajemen yang handal.

Meskipun manfaat yang telah dan akan didapat terlihat sangat signifikan dan menjanjikan namun dari segi kepastian hukum hal tersebut sangat mengkhawatirkan.

Kebijaksanaan politik yang menjawab kebutuhan produk hukum di bidang investasi diatas akhirnya berusaha diwujudkan dengan melahirkan UU Penananamn modal yang baru yaitu UU no 25 tahun 2007 yang diharapkan mampu mengakomodir asas kepastian hukum, keadilan dan manfaat yang juga memperhatikan landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis dari bangsa Indonesia sendiri.

Dalam UU investasi baru ini pasal 1 telah diubah bunyinya dengan tidak mengkhususkan diri lagi menjadi penanaman modal langsung (FDI) yang mewajibkan bekerjasama dengan perusahaan nasional yang berbunyi : penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Dari uraian diatas jelas bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dengan cara :

a. Melakukan penanaman modal asing dengan menggunakan modal asing sepenuhnya

b. Melakukan penanaman modal asing dengan berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.

Jelas bahwa sudah tidak disyaratkan lagi untuk melakukan kewajiban kerjasama patungan dengan penanaman modal dalam negeri atau perusahaan nasional. Dengan demikian kepastian hukum yang diharapkan akan mampu tercapai tanpa adanya pertentangan dengan ketentuan lain yang menyebabakan kepastian hukum tersebut kabur. Hal tersebut didukung pula dengan dicabutnya pasal 23 yang menyebabakan pertentangan tersebut dan dnetralisir oleh pasal 1 UU No 25 tahun 2007.

Namun sejauhmana kepastian hukum UU investasi yang baru ini dapat menjamin keadilan bagi perusahaan nasional yang memiliki kemampuan terbatas dibidang permodalan dan manajemen akan turut pula menghiasi iklim politik kebijaksanaan pemerintah dibidang investasi selanjutnya yang merupakan pengaruh dari perkembangan politik di negara Indonesia. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kebijasanaan seterusnya yang akan diambil oleh pemerintah dan tidak menutup kemungkinan dicabutnya UU yang baru ini. Memang untuk menciptakan hukum yang ideal dimasa yang akan datang tidak akan terlepas dari pengaruh tekanan politik yang menentukan corak dari sistem hukum suatu negara.

3. Adanya Pengaruh Kepentingan Pihak Asing Atau Luar Negeri.

Dalam perumusan suatu produk hukum, nilai-nilai politis yang berlaku akan sangat mempengaruhi pemerintah. Pengaruh tekanan dari luar itu bisa bermacam-macam bentuknya. Salah satunya adalah ketika Indonesia sedang mengalami krisis moneter periode 1998, Indonesia banyak mendapat tekanan dari dunia internasional, khususnya negara-negara kapitalis barat. Pada saat itulah International Monetary Fund (IMF) mulai mempengaruhi perekonomian Indonesia dengan memberikan berbagai cara bagaimana dapat keluar dari krisis. Namun, yang terjadi adalah Indonesia selalu didikte oleh IMF dan setelah sekian lama sampai lima tahun lebih, serta telah beberapa kali berganti presiden, Indonesia belum bisa keluar dari krisis. Hal tersebut berdampak pula pada peraturan-peraturan atau deregulasi di bidang penanaman modal khsusunya penanaman modal asing.

Di sini nilai-nilai politis yang berlaku akan sangat mempengaruhi pemerintah. Pengaruh tekanan dari luar itu bisa bermacam-macam bentuknya. Salah satunya adalah ketika Indonesia sedang mengalami krisis moneter periode 1998, Indonesia banyak mendapat tekanan dari dunia internasional, khususnya negara-negara kapitalis barat. Pada saat itulah International Monetary Fund (IMF) mulai mempengaruhi perekonomian Indonesia dengan memberikan berbagai cara bagaimana dapat keluar dari krisis. Namun, yang terjadi adalah Indonesia selalu didikte oleh IMF dan setelah sekian lama sampai lima tahun lebih, serta telah beberapa kali berganti presiden, Indonesia belum bisa keluar dari krisis.

Pemerintah yang tergabung dalam rezim SBY-Kalla sering disebut sebagai trile tracks strategy (pro growth atau pro pertumbuhan), pro employment (pro lapanagn pekerjaan) dan pro poor (pro orang miskin). Perbaikan iklim investasi dijalankan dengan mendasarkan diri pada Inpres 3/2006 yang memuat beberapa program, seperti perubahan UU Penanaman Modal, sehinga lebh pro investasi asing, percepatan izin usaha, peninjauan Perda bermasalah yang menghambat investasi, penciptaan flkeksibilitas ketenagakerjaan dengan perubahan UU yang lebih proinvestasi.

UU Penanaman Modal yang sekarang sebagai penyempurnaan UU Penanaman Modal yang lama merupakan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah Indonesia yang tidak terlepas dari kepentingan pihak asing atau pihak luar.

Menperin Fahmi Idris mengatakan, rancangan Undang-undang Penamaana modal tidak bisa menghindar dari kesan adanya pengaruh investor asinfg atau korporasi besar, karena sudah tidak ada lagi pembedaan asal investor dalam undang-undang Penanaman Modal yang baru yaitu pembedaan antara investor asing dan dalam negeri.

Hal tersebut memang sangat mempengaruhi perumusan RUU Penanaman Modal yang baru karena dunia sudah “borderless” atau tanpa batasan sehingga perumusan penanam modal atau investor tidak dibedakan lagi antara asing dan dalam negeri. Tujuannya tidak lain adalah untuk membuka seluas-luasnya pintu bagi investor asing dalam menanamkan modalnya, sehingga RUU yang akan dirumuskan harus mengakomodir kepentingan investor asing. Lebih jauh lagi apabila UU Penanaman Modal telah terbentuk, investor asing juga akan turut berpengaruh dalam perumusan aturan kebawah seperti PP (peraturan pemrintah) sebagai aturan pelaksanaannya, terutama yang terkait dengan insentif dan inilah yang paling ditunggu. Dan lebih jauh lagi UU Penanaman Modal yang baru akan turut mempengaruhi UU yang lain yang masih memiliki kaitan erat dalam proses pelaksanaannya yaitu UU Pajak, UU Pertanahan dan UU Pabean. Seperti misalnya investor nakal yang tidak membayar pajak tentu akan diatur lebih jauh atau dilakukan perubahan terhadap UU Pajak yang lama dan ini termasuk sebagai dampak domino bagi Per-UU yang positif.

4. Adanya Pengaruh Dari Kelompok Luar Atau LSM

Di Indonesia, begitu banyak kelompok masyarakat yang dibentuk sendiri oleh mereka. Kelompok itu berbagai macam namanya, ada “aliansi”, “forum”, “front”, “himpunan”, “lembaga” dan masih banyak lagi yang pada intinya merupakan suatu kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, sehingga bisa disebut juga sebagai suatu organisasi. Organisasi-organisasi masyarakat tersebut akan selalu merespon tiap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak tepat dan salah arah, sehingga organisasi masyarakat itu dikatakan juga sebagai alat kontrol bagi pemerintah.

Beberapa bulan yang lalu ketika pemerintah berniat merevisi Undang-Undang Penanaman modal yang lama dengan terlebih dahulu meminta apndangan ini fraksi-fraksi, ketika itu terdapat dua lembaga swadaya masyarakat melakukan aksi penyebaran leaflet dari ats balkon pengunjung yang menyatakan penolakan mereka terhadap RUU Penanaman Modal. Koalisi Masyarakat Sipil dan Federasi Serikat Petani Indonesia (FPSI) mengkritik pemberian hak guha usaha hingga 95 tahun yang dinilai cacat hukum karena menggunakan peraturan pemerintah no 40 Tahun 1996 sebaga dasar pasal tersebut dalam RUU Penanaman Modal.[3]

Terhadap hal tersebut akhirnya pemerintah tetap merumuskan ketentuan etrsebut dengan tetap memberikan hak guna usaha untuk jangka waktu 95 tahun yang dituangkan dalam pasal 22.

Tetapi berkat adanya tindakan LSM tersebut pemrintah turut mempertiambangkan keseriusan dan itikad baik investor dengan merumuskan aturan dalam pasal 22 ayat 4 yang menyebutkan bahwa pemerintah dapat melaukan pembatalan atau penghentian atas permohonan Penanaman Modal jika investor menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum serta menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud pemberian hak diatas.

5. Adanya Pengaruh Waktu dan Keadaan Masa Lalu

Pengaruh Waktu dan keadaan masa lalu dapat mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh para pemerintah dan perumus Undang-undang tau Legal Maker. Para pemerintah dapat belajar dari pengalaman mengenai kebijakan yang telah diterapkan dalam masyarakat dengan melihat hasilnya pada saat ini, yaitu baik atau buruk. Pada masa Orde Baru, banyak kebijakan yang hanya mementingkan kelompok tertentu saja, sehingga rakyat selalu menjadi korban dari sebuah kebijakan. Makin lama, rakyat semakin pintar dan tidak ingin dibodohi terus-menerus. Alhasil pada 1998, kekesalan rakyat yang selama ini selalu dipendam, akhirnya memuncak. Rakyat dan mahasiswa tumpah ruah turun ke jalan dengan satu tujuan, yaitu melengserkan Soeharto dari tahta kepresidenan selama 32 tahun. Dengan mempelajari hal tersebut, maka pemerintah saat ini harus lebih hati-hati untuk membuat kebijakan, karena bila tidak, maka bukan tidak mungkin hal yang telah menimpa mantan Presiden Soeharto, dapat juga terjadi pada masa pemerintahan saat ini. Dengan demikian, faktor “keadaan masa lalu” dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat suatu kebijakan publik dan pemerintah juga harus memikirkan nasib rakyat kecil yang dari dulu jarang sekali merasakan efek dari sebuah kebijakan yang dibuat oleh para pemerintah.

IV. PENUTUP

Berdasarkan uraian, penjelasan, dan pembahasan terahulu dapat disimpulkan bahwa Terdapat beberapa aspek yang memberikan pengaruh terhadap dalam pembentukan kebijakan di biang penanaman modal yaitu:

1. Adanya Pengaruh Tekanan Ekonomi

2. Adanya pengaruh kepentingan politik pemerintah dalam negeri dalam memajukan perusahaan nasional

3. Adanya pengaruh Kepentingan Pihak Asing atau luar negeri.

4. Adanya Pengaruh dari Kelompok Luar atau LSM

5. Adanya Pengaruh Keadaan Masa Lalu

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Asas-asas Hukum Tata Negara, Abu Daud Busroh, Abu Bakar Busroh, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, Hal. 120.)

2. Dasar-dasar politik huukum, Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari, RajaGrafindo Persada,2004 Jakarta, hal 72)

3. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan. Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), 1999.

4. Mahendra, Yusril Ihza. Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia. Jakarta: Tim Pakar Hukum Departemen Kehakiman dan Hak Asasai Manusia RI bersama Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2002.

5. Rasad, Fauziah. “Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Pemberantasan Korupsi.”

6. Susanti, Bivitri. “Kebijakan Pemerintah dalam Penegakan Hukum: Mau Dibawa Ke Mana?” www.pemantauperadilan..com, 10 Februari 2004.

7. Http://Kapanlagi.com, April 2007.


[1]Asas-asas Hukum Tata Negara, Abu Daud Busroh & Abu Bakar Busroh, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, Hal. 120.

[2] Dasar-Dasar Politik Hukum, Imam Syaukani, & A. Ahsin Thohari, RajaGrafindo Persada, 2004 Jakarta, hal 72.

[3]Http://KapanLagi.com(Online), diakses tanggal 10 April 2006.

Wise Word

The Knowledgement Can Satisfy Your Need But Not Your Greed