15 Oktober 2008

KONSOLIDASI PERBANKAN

KONSOLIDASI PERBANKAN DITINJAU DARI SUDUT PANDANG KEBIJAKAN SINGLE PRESENCE POLICY (SPP)
(Studi Kasus Konsolidasi Perbankan Bank BII dan Bank Danamon)



Oleh :

IDIL VICTOR



Memasuki milenium kedua, terjadi goncangan perekonomian di negara Indonesia yang dikenal dengan monetary crisis atau krisis moneter yang berpotensi mempengaruhi stabilitas perekonomian secara menyeluruh yang berimbas hampir kepada setiap aspek kehidupan tidak terkecuali sektor perekonomian yang mulai bergerak melalui keruntuhan saham-saham di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia - BEI). Kedahsyatan krisis keuangan tersebut tidak memandang jenis usaha yang sedang berjalan baik perusahaan berskala kecil maupun perusahaan go public raksasa dengan manajemen yang sudah teruji sekalipun.
Akibat dari krisis tersebut masih terasa hingga satu dekade berikutnya yang ditandai dengan kejatuhan dan kehancuran perusahaan-perusahaan milik pemerintah, swasta nasional maupun swasta asing. Segala cara dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan baik yang sedang sakit maupun yang terancam gulung tikar agar dapat kembali normal dan beroperasi lagi bahkan diharapkan akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Beberapa cara yang dilakukan antara lain melalui mekanisme yang sudah teruji di lapangan dan cukup dirasakan manfaatnya seperti melakukan proses merger, akuisisi maupun konsolidasi. Meskipun sebenarnya ketiga mekanisme tersebut tidak seluruhnya digunakan hanya untuk menyembuhkan perusahaan yang sakit saja namun terdapat tujuan-tujuan lain yang dapat dicapai melalui cara tersebut.
Sebenarnya merger, akuisisi dan konsolidasi itu sendiri telah lama berkembang dan memiliki aturan main yang cukup jelas. Namun banyaknya kepentingan-kepentingan politik stakeholders membuat proses maupun hasilnya tidak seperti yang diharapakan bahkan dapat menciptakan kondisi yang lebih buruk lagi bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat didalamnya. Selain itu proses merger, akuisisi dan konsolidasi yang melibatkan perusahaan milik pemerintah, swasta nasional dengan perusahaan asing banyak menuai pro dan kontra dari berbagai pihak yang diakibatkan oleh terbatasnya atau kurang sempurnanya peraturan yang mengaturnya dan juga peraturan pendukung lainnya yang berkaitan dengan proses tersebut. Ditambah lagi dengan ikutnya semua permasalahan diberbagai bidang baik ekonomi, politik ataupun sosial yang bercampur satu pada saat sebelum maupun sesudah proses merger, akuisisi dan konsolidasi berlangsung.
Untuk menunjang efektifnya pelaksanaan proses merger dan akuisisi telah disusun beberapa peraturan-peraturan yang menyangkut tentang merger dan akuisisi antara lain adalah :
  1. Undang-undang No. 1/1995 tanggal 7 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas (berlaku tanggal 7 Maret 1996), khususnya Bab VII (pasal 102 – 109)
  2. Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat tanggal 5 Maret 1999 (berlaku tanggal 5 Maret 2000).
  3. Peraturan Pemerintah No. 27/1998 tanggal 24 Februari 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
  4. Peraturan No. IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha Atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik Atau Emiten.
  5. Peraturan No.IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan.
  6. Peraturan No. IX.F.1 tentang Penawaran Tender.
  7. Undang-undang No. 10/1998 tanggal 10 Nopember 1998 tentang Perubahan UU No. 7/1992 tentang Perbankan.
  8. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
  9. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum.
  10. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/50/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tatacara Pembelian Saham Bank Umum.
  11. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum;
  12. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR.
  13. Peraturan No.2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum.
  14. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Syariah.
  15. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang BPR;
  16. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang BPR Syariah.
  17. Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/177/KEP/Dir tanggal 31 Desember 1998 juncto Peraturan Bank Indonesia No. 2/15/PBI/2000 tanggal 12 November 1998.
  18. Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 24/32/Kep/Dir juncto Surat Edaran Bank Indonesia No. 24/1/UKU keduanya tanggal 12 Agustus 1991.
    Peraturan diatas akan terus bertambah seiring dengan dikeluarkannya kebijakan dari pemerintah yang memerlukan aturan pendukung. Sepanjang 10 tahun belakangan ini sering terjadi bentuk-bentuk konsolidasi perusahaan-perusahaan (besar) dalam bentuk merger, akuisisi, takeover dan corporate level action lainnya.

Adapun beberapa perusahaan yang melakukan hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. NTS - Maxis - Saudi Telecom (2007)
2. Jatis - Sumitomo(2007)
3. Indosat/Telkomsel – Temasek
4. Wireless Indonesia – Sinarmas
5. Permata - Standard Chartered/Astra (2004)
6. Danamon – BII
7. BCA - Djarum (2006)
8. Excelcom - Telkom Malaysia (2004)
9. Siemens - Nokia (2006)
10. TV7 – TransTV
11. ANTV - StarTV (2005)
12. Astragraphia - SCS (2004)
13. KPC Arutmin - Bumi Resources

Salah satu contoh dari kasus diatas adalah merger antara Bank Danamon dan Bank BII. Merger ini merupakan bagian dari konsolidasi yang dilakukan dalam pemenuhan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Sebenarnya kasus merger ini tidak akan terjadi jika tidak ada aturan baru yang mendesak agar dilakukan merger untuk menghindari pelanggaran peraturan pemerintah. Karena sebagaimana diketahui baik BII maupun Danamon adalah milik Perusahaan Temasek sebagai Holding Company. Dengan merger ini akan menciptakan bank dengan aset Rp 135 triliun dengan 730 kantor cabang. Para investor mengharapkan Temasek sebagai Holding Company menjual saham yang dimiliki di BII kepada Bank Danamon. Merger tersebut akan membuat Temasek yang mengelola aset lebih dari US$ 100 miliar di seluruh dunia melakukan konsolidasi kepemilikan sahamnya terkait penerapan regulasi dari BI. Hal yang menarik dan mendasar dari merger kedua bank ini adalah didasarkan pada adanya kebijakan Single Presence Policy (SPP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Bank Indonesia. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa suatu pihak hanya diperbolehkan menjadi pemegang saham pengendali di satu bank. Hal ini berarti Temasek harus memilih salah satu Bank untuk dipertahankan.
Dikeluarkannya aturan PSP ini adalah diambil dengan alasan Untuk meningkatkan permodalan bank. Bank Indonesia pada saat aturan PSP dikeluarkan menetapkan ketentuan agar bank umum meningkatkan modal inti menjadi minimal Rp.80 milyar pada Desember 2007 dan minimal Rp100 milyar pada Desember 2010 (yang telah dinaikkan lagi menjadi 500 miliar). Dengan kewajiban untuk meningkatkan modal tersebut diharapkan akan terjadi merger dan akuisisi sehingga struktur kepemilikan bank menjadi lebih sehat. Disamping juga bertujuan untuk untuk mendorong konsolidasi perbankan dan mendukung efektivitas pengawasan bank.
Dalam kasus diatas Ketentuan tentang SPP dimaksud tentunya berimplikasi pada pihak-pihak yang sudah menjadi Pemegang Saham Pengendali di dua atau lebih bank tidak terkecuali bagi Temasek. Manajemen Temasek mengambil langkah untuk melakukan merger terhadap BII dan Danamon yang dirasakan merupakan pilihan yang lebih baik dibanding dengan cara lain (dari kaca mata konsolidasi perbankan, opsi merger adalah opsi terbaik) karena masih ada opsi lain yaitu dengan cara melepaskan kepemilikan saham atau membentuk Bank Holding Company (BHC) dan mengalihkan kepemilikan bank kepada BHC.
Bila dilihat sepintas bentuk peleburan usaha yang diambil oleh Temasek tersebut merupakan merger antara dua bank, namun sepintas mungkin akan nampak seperti konsolidasi atau akuisisi. Memang peleburan dua bank diatas dapat dikatakan sebagai langkah konsolidasi perbankan dengan cara menggabungkan dua bank menjadi satu perbankan baru sebagaimana yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 1999 (konsolidasi merupakan suatu perbuatan menggabungkan 2 (dua) atau lebih badan atau bank menjadi satu). Sebab bila me-refer kepada kata “Konsolidasi”, maka ada beberapa pengertian mengenai hal tersebut :

  1. Konsolidasi atau consolidate is to combine or unify into one mass or body (Black’s Law Dictionary 7th edition). Dalam konteks korporasi, consolidate is to unite (two or more corporations) to create one new corporation.
  2. Konsolidasi menurut Findlaw Dictionary adalah “to combine (two or more lawsuits or matters that involve a common question of law or fact) into one.”
  3. Konsolidasi adalah peleburan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan (Kamus Serapan Asing).
  4. Konsolidasi adalah amalgamation of two small companies to form a new corporation. Dan, amalgamation (peleburan) sendiri adalah the act of combining or uniting.
  5. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, yang dimaksud dengan Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) buah bank atau lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan membubarkan Bank-bank tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsolidasi merupakan suatu perbuatan menggabungkan 2 (dua) atau lebih badan atau bank menjadi satu. Bila merujuk pada PP No. 28 Tahun 1999 di atas, maka akibat hukum konsolidasi akan menimbulkan satu badan hukum atau bank baru dengan nama baru.
Bagaimana dengan merger yang juga memiliki pengertian yang sama dengan konsolidasi? Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Dengan demikian, antara merger dan konsolidasi memiliki pengertian yang sama, namun dalam hukum bisnis hanya berbeda pada akibat hukum yang ditimbulkan.
Namun untuk peleburan BII dan Danamon diatas lebih tepat lagi (spesifik) merupakan perbuatan merger (penggabungan dari 2 (dua) bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu) dan dalam kasus ini tetap mempertahankan satu bank yaitu bank Danamon.
Berbeda halnya apabila pihak Temasek melakukan proses akuisisi (pengambilalihan kepemilikan saham dan manajemen suatu perusahaan kedalam perusahaan lain) kepemilikan saham kepada dua bank tersebut. Langkah tersebut dapat diambil apabila Temasek mendirikan Bank Holding Company (BHC) atau melakukan divestasi saham kepada perusahaan lain dan mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada perusahaan lain atau BHC tersebut. Dengan kata lain kedua bank tersebut masuk kedalam manajemen perusahaan yang baru.
Terlepas dari langkah apa yang akan diambil oleh Temasek dalam melakukan Konsolidasi Perbankan yang terpenting adalah langkah yang diambil harus sesuai dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan konsolidasi perbankan sehingga menciptakan perusahaan yang lebih baik lagi da masa yang akan datang.

--------------


Tidak ada komentar:

Wise Word

The Knowledgement Can Satisfy Your Need But Not Your Greed