17 November 2008

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM KERANGKA UU NO 40 TAHUN 2007

Oleh :
IDIL VICTOR


Dewasa ini Prinsip Good Corporate Governance merupakan prinsip yang mutlak dimiliki oleh setiap perusahaan agar tetap eksis. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yaitu fairness, transparency, accountability dan responsibility merupakan upaya agar terciptanya keseimbangan antar kepentingan dari para stakeholder yaitu pemegang saham mayoritas, pemegang saham minoritas, kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, suppliers, pemerintah, konsumen dan tentunya para anggota masyarakat yang merupakan indikator tercapainya keseimbangan kepentingan, sehingga benturan kepentingan yang terjadi dapat diarahkan dan dikontrol serta tidak menimbulkan kerugian bagi masingmasing pihak. Pemegang saham yang memiliki control sebenarnya memiliki insentif secara lebih dekat untuk memonitor perusahaan serta manajemen yang memberikan pengaruh positif bagi corporate governance. Sebaliknya, pemegang saham pengendali juga berpotensi untuk berkonflik dengan pemegang saham lain, khususnya pemegang saham minoritas.
Sejak lahirnya UU Nomor 40 Tahun 2007 terdapat pengaturan yang lebih pasti terhadap kedudukan pemegang saham minoritas. Dalam Pasal 84 ayat 1 disebutkan bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Dalam hal ini berlaku ketentuan one share one vote. Sistem ini telah mengubah ketentuan yang trdapat dalam Pasal 54 KUHD yang menyatakan sebaliknya.
Hal ini pula berarti bahwa UU Perseroan Terbatas tidak membatasi kekuataan pemegang saham dalam jumlah yang besar dalam perolehan hak suara yang didapat. Bagi pemegang saham minoritas yang mempunyai saham yang lebih sedikit maka pemegang saham hanya bertanggungjawab hanya sebatas setoran atas seluruh saham yang dimiliki dan tidak sampai bertanggungjawab sampai harta pribadi pemegang saham. Hal itu sesuai dengan bnunyi pasal 3 UU No 40 tahun 2007 yang menentukan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Mengenai pembelaan pemilik saham minoritas dari kesewenagan pemilik saham mayoritas juga terdapat suatu prinsip yang disebut prinsip perlekatan. Artinya terdapat perlekatan antara kepemilikan saham dengan hak suara. Sekalipun saham sudah beralih kepihak ketiga melalui lembaga penjaminan seperti misalnya gadai. Perjanjian tersebut dikenal denegn nama voting agreement yang merupakan voting persetujuan oleh pihak pemegang saham yang dilakukan didalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan prinsip inilah kebebasan pemegang saham mayoritas dibatasi. Pemegang saham yang telah membuat suatu perjanjian hak suara dapat mengeluarkan suaranya sesuai dengan kehendaknya. Dengan demikian kekuatan dapat dihimpun oleh pemegang-pemegang saham yang kecil-kecil atau minoritas sehingga dapat menyatukan suara.
Dengan prinsip one share one vote, terdapat upaya emmebrikan erhatian khusus oleh hukum untuk melindungi pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegangs saham minoritas dalam hal ini dilakukan denan memperkenalkan prinsip special vote, yang operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1. Prinsip Silent Majority
Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan absatain dalam voting. Salah satu sistem dari prinsip silent majority adalah system pemilihan berlapis, yang diperkenalkan oleh Keputusan Ketuan Bapepam No. Kep-01/PM/1993, tanggal 29 Januari 1993, yang telah diganti dengan Peraturan Bapepam No.04/PM/1994, tanggal 7 Januari 1994.
Prinsip pemilihan berlapis ini dioperasionalisasikan dengan cara pelaksanaan dua kali voting. Pada voting pertama hanya pemegang saham tidak berbenturan kepentingan pemegang saham minoritas yang boleh melakukan voting, sementara pemegang saham yang berbenturan kepentingan/pemegang saham minoritas menerima usulan yang bersangkutan, yaitu usulan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan.
Contoh dari transaksi yang berbenturan kepentingan adalah apa yang popular dengan istilah akuisisi internal.
2. Prinsip Super Majority
Dalam hal ini voting dilakukan dalam RUPS mensyaratkan lebih dari sekedar simple majority (51%) untuk dapat memenagkan voting. Keputusan dari rapat tidak dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah presentase tersebut. Dalam praktek, anggaran dasar Perseroan Terbatas yang standar pada umumnya memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal tertentu yang mungkin menjadi krusial bagi seluruh pemegang saham, termasuk minoritas.
UUPT memberlakukan prinsip super majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam anggaran dasar perseroan, ataupun terhadap kegiatan-kegiatan yang ditentukan sendiri oleh undang-undnag, misalnya jika perseroan melakukan perubahan anggaran dasar, merger, akuisisi, konsolidasi, kepailitan, likuidasi atau pembelian kembali saham.
Dalam hal Perseroan merugikan pemegang saham minoroitas, maka setiap pemegang saham minoritas dapat berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan. Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri setempat. Hal tersebut dfiatur dalam pasal 61 UU PT.
Selain itu pemegang saham minorutas juga memiliki perlindungan dalam hal pembelian saham sebagaimana yang diatur dalam pasal 62 UU PT. Pemegang saham minoritas dapat menjual saham kepada Persero jika pemegang saham menilai Persero telah melakukan perbuatan yang merugikan.
Selanjutnya dalam hal pemenuhan Kuorum, UU No 40 tahun 1970 juga memberikan perlindungan bagi pemegang saham untuk menentukan besar angka kuorum yang harus dilaksanakan, melihat dari angka kuorum hak suara yang terpenuhi, bukan melihat jumlah kuorum pemegang saham yang terbanyak yang hadir dalam RUPS, sehingga terdapat hak kuorum minimal bagi pemegang saham khsusunya minoritas. Hal ini dapat diartikan juga bahwa keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dan bukan berdasarkan banayaknya pemegang lembar saham.
Dalam hal terdapat upaya konsolidasi atas perusahaan, maka pemegang saham minoritas (biasanya pihak yang kalah ) dapat mengajukan appraisal rights. Yang dimaksud dengan appraisal rights adalah hak dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan merger atau tindakan korporat lainnya, untuk menjual saham yang dipegangnya itu kepada perusahaan yang bersangkutan, mana pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas.
Pelaksanaan appraisal rights ini merupakan salah satu keistimewaan yang dibeikan oleh hukum kepada transaksi merger ini. Hal ini diatur dalam pasal Pasal 102 juncto 123 UUPT.



--------------­

Tidak ada komentar:

Wise Word

The Knowledgement Can Satisfy Your Need But Not Your Greed