PROFESI
By : Idil Victor
Pengertian Profesi sama dengan jabatan seseorang yang tidak bersifat komersial, mekanis, pertanian dan sebagainya. Profesi secara tradisional ada empat yaitu kedokteran, hukum, kependidikan dan kependeteaan.
Ciri-ciri dari suatu profesi adalah :
Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas.
Suatu teknik intelektual.
Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis.
Ssuatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.
Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
Kemampuan memberikan kepemimpinan pada profesi sendiri.
Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi satu kelomp[ok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota.
Pengakuan sebagai profesi.
Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggungjawab dari pekerjaan profesi.
Hubungan erat dengan profesi lain.
Organissasi yang bersifat profesional biasanya tidak mengejar untung tetapi berdasarkan prinsip kerjasama dan kesukarelaan. Setiap asosiasi profesional tingkat nasional maupun internasional selalu memiliki Kode Etik sendiri. Gunanya unutuk menyelnggarakan atau mengatur tingkah laku para anggotanya dalam praktik profesional. Kegaunaan kode etik untuk emmberikan petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk berpraktik dalam profesi. Bidang-bidang yang diatur oleh kode etik dalam dunia profesi adalah :
Hubungan antara klien dan tenaga ahli dalam profesi
Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi.
Penelitian dan publikasi/penerbitan profesi.
Konsultasi dan praktek pribadi.
Tingkat kemampuan/kompetensi yang umum.
Administrasi personalia.
Standar-standar untuk pelatihan.
Alasan mengapa rumusan tika dituangkan kedalam kode etikadalah :L
Standar-standar e tika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada klien, lembaga (institusion) dan masyarakat pada umumnya.
Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerejaaannya.
Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu.
Standar-standar etika mencerminkan/membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas. Dengan demikian stnadar-sdtandar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kode etik profesi dalam pelayanannya.
Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
Dengan etika profesi hukum, diharapkan para profesional hukum mempunyai kemampuan individu tertentu yang kritis, yaitu :
Kemampuan untuk kesadaran etis (ethical sensibility)..
Kemampuan untuk berpikir secara etis (ethical reasoning).
Kemampuan untuk bertindak secara etis (ethical conduct).
Kemampuan untuk kepemimpinan etis (ethical leadirship).
----------
PEMBELAJARAN DALAM ETIKA PROFESI HUKUM
Bonum est faciendum et prosequendum, et malum vitandum. Lakukanlah yang baik, jangan melakukan yang jahat.
Ungkapan dalam bahasa Latin itu adalah perintah moral paling dasar dari Thomas Aquinas, dalam karya besarnya berjudul Summa Theologiae. Filsuf ini membedakan synteresis (hati nurani) dan conscientia (suara hati). Hati nurani berisi orientasi paling dasar yang tersimpan dalam sanubari setiap orang. Bila pejabat atau pemegang profesi (hukum) menghadapi situasi konkret untuk memilih apa yang harus ia ambil, pemahaman moralitas yang ada dalam hati nurani akan beralih wujudnya menjadi pemahaman menurut ukuran suara hati miliknya sendiri untuk menyatakan pilihan sikap dan perilaku yang hendak diambil.
Hati nurani yang merupakan pemberian Tuhan tidak bisa salah. Sementara suara hati manusia bisa salah dan tumpul. Tentu dalam menghadapi berbagai godaan menggiurkan, tindakan pemegang profesi, termasuk pemegang profesi hukum, lebih didasarkan pada suara hatinya, yang bisa salah itu, daripada hati nuraninya.
Materi perundang-undangan senantiasa mengandung nilai luhur, yang diwujudkan dalam bentuk norma hukum. Nilai itu merupakan hakikat sesuatu hal yang layak dikejar manusia demi peningkatan kualitasnya supaya bermanfaat bagi kehidupan, lahir maupun batin. Pendidikan mengenai nilai menjadi tantangan tersendiri bagi pengajaran mata kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum atau mata kuliah serupa.
Secara praktis, seorang sarjana hukum perlu mempelajari kode etik di profesinya masing-masing. Kode etik adalah prinsip tertentu yang wajib ditegakkan anggota dari komunitas profesi tertentu. Kode etik profesi (hukum) idealnya disusun pemegang profesi itu, dengan melibatkan orang yang memahami seluk-beluk profesi itu dan ahli etika, serta didukung organisasi profesi yang solid. Sanksi atas pelanggaran kode etik umumnya identik dengan sanksi terhadap pelanggaran norma agama, kesusilaan, atau sopan santun.
Secara intern, organisasi profesi dapat memberikan sanksi yang disepakati bersama kepada anggota yang melanggar. Organisasi yang solid memungkinkan mengambil tindakan atas pelanggaran yang dilakukan penyandang profesi bersangkutan.
Di sinilah dirasakan arti penting organisasi profesi yang solid. Namun, jika pelanggaran tidak lagi sekadar berkaitan dengan kode etik, tetapi memasuki wilayah norma hukum, pemberian sanksinya, di samping oleh organisasi profesi, harus juga diserahkan kepada negara. Sementara itu, masalah hukum di negeri ini rumit. Tidak sekadar persoalan mafia peradilan. Di antara lembaga yang bertugas menegakkan hukum dan etika hakim pun terjadi perselisihan, misalnya antara Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Pejabat negara yang dipercaya untuk melaksanakan kepentingan publik juga terlibat korupsi, seperti anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pejabat lainnya.
Sebenarnya, pejabat maupun pemegang profesi hukum pada umumnya mengerti dengan baik norma hukum. Mereka sangat paham atas nilai yang harus dijunjung tinggi. Sayang, kemampuan mereka hanya terbatas pada tataran mengerti dan memahami, bukan pada implementasi. Suara hatinya mungkin sudah keliru dan tumpul.
Menurut Thomas Aquinas, manusia mengetahui sikap dan perilaku mana yang baik dan mana yang jahat dari hukum kodrat, yang dapat digali melalui akal budi. Dalam kerangka teori hukum kodrat, orang bijaksana akan hidup dengan baik. Sikap demikianlah yang paling membahagiakan yang dikehendaki Tuhan Sang Pencipta.
Tujuan etika hukum kodrat tidak lain adalah penyempurnaan diri manusia untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Rasionalisasinya adalah, hidup dengan tujuan etis seperti itu merupakan pilihan guna mengembangkan dan membahagiakan kehidupan bersama sebagai bangsa. Etika hukum seperti itu terbuka bagi siapa saja, melintasi suku, bangsa, agama, dan aliran ideologi. Sikap untuk mengembangkan potensi dan menyempurnakan diri secara utuh, adalah sikap rasional. Namun, dengan syarat, akal budi kita tidak terdistorsi.
Dalam hukum kodrat itu dibedakan hukum kodrat primer dan hukum kodrat sekunder. Hukum kodrat primer tidak dapat berubah, seperti misalnya manusia sebagai makhluk sosial. Hukum kodrat sekunder dapat berubah dan bervariasi, misalnya kehidupan manusia yang didasarkan pada budaya tertentu. Perilaku tertentu dalam suatu masyarakat dapat saja digolongkan dalam kategori tidak senonoh, namun dalam masyarakat yang lain perilaku serupa masih dapat dibenarkan. Ini perlu selalu mendapat perhatian, khususnya dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.
***********************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar