23 November 2008

Doa Awal Tahun & Doa Akhir Tahun
Barangsiapa yang membaca doa awal tahun ini, insya Allah dirinya akan terpelihara daripada gangguan dan godaan syaitan di sepanjang tahun tersebut.
Doa Awal Tahun:
Maksudnya: Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. yang awal dan ke atas kelebihanMu yang besar dan kemurahanMu yang melimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dariMu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan pembantu-pembantunya dan tentera-tenteranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepadaMu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia.
Wahai Tuhan Yang Maha pengasih dari mereka yang mengasihi dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad. Nabi yang ummi dan ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kesejahteraan ke atas mereka.

Barangsiapa yang membaca doa akhir tahun ini, maka syaitan akan berkata:"Hampalah kami di sepanjang tahun ini".
Doa Akhir Tahun:
Maksudnya: Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, apa yang telah aku lakukan dalam tahun ini daripada perkara-perkara yang Engkau tegah daripada aku melakukannya dan aku belum bertaubat daripadanya. Sedangkan Engkau tidak redha dan tidak melupakannya. Dan aku telah melakukannya di dalam keadaan di mana Engkau berupaya untuk menghukumku, tetapi Engkau mengilhamkanku dengan taubat selepas keberanianku melakukan dosa-dosa itu semuanya. Sesungguhnya aku memohon keampunanMu, maka ampunilah aku. Dan tidaklah aku melakukan yang demikian daripada apa yang Engkau redhainya dan Engkau menjanjikanku dengan pahala atas yang sedemikian itu. Maka aku memohon kepadaMu.
Wahai Tuhan! Wahai yang Maha Pemurah! Wahai Yang Maha Agung dan wahai Yang Maha Mulia agar Engkau menerima taubat itu dariku dan janganlah Engkau menghampakan harapanku kepadaMu Wahai Yang Maha Pemurah. Dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad, ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan mengurniakan kesejahteraan ke atas mereka.

Puisi Fitri

“Sebentar lagi musim lebaran datang
Dihamparkan taman makanan minuman berjuta rasa
dihiasi canda tawa tanpa pura-pura
dikelilingi busana indah beribu rupa dialasi rumput silaturahmi
diteduhi awan sedekah para dermawan disejukkan aliran sungai saling memaafkan Siangnya dihangatkan indahnya matahari kebersamaan Malam harinya diterangi rembulan takbir dan tahmid Bukankah hidup terasa begitu indah di raja segala hari?”

“Sebentar lagi musim lebaran datang
Akan Dihamparkan taman jamuan berjuta rasa
dihiasi canda tawa kerabat&saudara
dikelilingi busana indah beribu rupa dialasi rumputberembun silaturahmi
diteduhi awan sedekah para dermawan disejukkan aliran sungai saling memaafkan Siangnya dihangatkan matahari kebersamaan Malam harinya diterangi rembulan takbir dan tahmid Bukankah hidup terasa begitu indah di raja segala hari?”

Farewell To Dignity

Begitu dekat begitu jauh

Pernah suatu ketika waktu aku ditugaskan di daerah Pendopo, Muara Enim, Aku menginap di Guest House Cirebon, sebuah mess eksekutif tempat para staff perusahaan diinapkan selama proses mandah (menginap untuk kepentingan pekerjaan) dalam penggarapan suatu proyek yang memakan waktu lama dalam pengerjaannya. Messnya sangat sejuk, Mess berasitektur serba kayu jati itu Cuma terbagi beberapa ruang ber AC, ruang kamar, ruang tamu, ruang makan, ruang pembantu dan beberapa ruang lainnya, semua serba lux dan harum, termasuk layanan televisi kabel dan hidangan makanan serba enak. Maklum mess itu diperuntukkan bagi para staff kontraktor sharing-nya Pertamina, waktu itu masih milik Exspan, sebuah perusahaan eksploitasi minyak bonafide, tetapi sekarang sudah diakuisisi oleh Medco Energi, Tbk. Dan aku termasuk salah satu staff yang menginap disana. Setelah hari gelap kami baru tiba dan bermalam disana. Aku nikmati betul malam hari pertama aku tiba disana, di sebuah lokasi yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, aku puaskan makan-makan, bersantai sambil sesekali mengobrol dengan penghuni mess lainnya hingga akhirnya malam mengantarkan aku terlelap diatas kasur empuk dalam kamar pribadi aku. Pagi ketika matahari telah menyingsing, aku terbangun oleh kicauan burung dipepohonan sebelah kamar aku, sebab mess kami terletak didaerah perbukitan dengan suasana asri khas komplek perumahan pertamina dan berada agak ke dalam hutan, tetapi bukan hutan liar karena sudah banyak perkebunan milik penduduk atau milik perusahaan swasta. Aku singkap tirai jendela ingin mengetahui situasi di sekeliling mess pada waktu terang. Sebab tadi malam tidak begitu jelas terlihat. Begitu aku lihat, aku terpaku beberapa lama, tertegun memperhatikan pemandangan tidak begitu jauh dari kamar aku, hanya dibatasi oleh halaman, pagar dan sebuah jalan tanah merah khas jalan proyek, terdapat sebuah lahan sawah yang tidak begitu besar diapit oleh beberapa kebun dan persawahan lainnya. Ternyata lokasi mess kami berbaur dengan lokasi persawahan dan perkebunan penduduk. Karena memang benar lokasi daerah minyak tidak mengenal tempat, dimana ada minyak disitu dieksploitasi. Disana terlihat sepasang suami istri yang sudah cukup tua sedang menggarap sawah, seorang anaknya terlihat mondar mandir sambil menuntun kerbau entah sapi, semua menceburkan diri di kubangan sawah, berpanas-panas dibawah matahari yang semakin terik, bekerja dengan segenap tenaga, entah sudah berapa lama mereka bekerja hari itu. Tak dapat aku tahan rasa sedih, Mengapa Tuhan lainkan kenikmatan makhlukNya, ada mereka yang berkepayahan mencari sesuap nasi dengan membanting tulang siang malam, kepanasan kehujanan, memeras tenaga dan pikiran, dan ada pula mereka yang berada dalam ruangan sejuk, tidur nyenyak di kasur empuk, makan serba enak, semua serba mewah. Kenikmatan yang masing-masing kami miliki hanya dipisahkan tanah 30 meter jauhnya, tetapi begitu paradoksal, begitu membuat gundah dan menyedihkan. Bagaimana jika terjadi pertukaran posisi. Aku meringis dalam hati. Akhirnya aku berbisik dalam sanubari, Ya Tuhan, ampuni aku yang telah begitu banyak menerima rahmatMU, dan kadang lalai menyadarinya, aku minta satu Engkau beri seratus, Aku minta setetes Engkau limpahkan selautan. Ya Tuhan, Jangan tinggalkan aku ketika aku lupa dan lena. Aku tahu pasti ada rahasia dibalik semua ayat-ayat yang kau hamparkan kehadapanku, akan terus kupelajari apa yang Engkau rahasiakan, Akan aku cari hikmahnya walau sampai kapanpun juga dengan akal dan jiwaku yang danagkal ini ini. (Mengenang 6 tahun resign)

Farewell To Dignity



Begitu dekat begitu jauh

Pernah suatu ketika waktu aku ditugaskan di daerah Pendopo, Muara Enim, Aku menginap di Guest House Cirebon, sebuah mess eksekutif tempat para staff perusahaan diinapkan selama proses mandah (menginap untuk kepentingan pekerjaan) dalam penggarapan suatu proyek yang memakan waktu lama dalam pengerjaannya. Messnya sangat sejuk, Mess berasitektur serba kayu jati itu Cuma terbagi beberapa ruang ber AC, ruang kamar, ruang tamu, ruang makan, ruang pembantu dan beberapa ruang lainnya, semua serba lux dan harum, termasuk layanan televisi kabel dan hidangan makanan serba enak. Maklum mess itu diperuntukkan bagi para staff kontraktor sharing-nya Pertamina, waktu itu masih milik Exspan, sebuah perusahaan eksploitasi minyak bonafide, tetapi sekarang sudah diakuisisi oleh Medco Energi, Tbk. Dan aku termasuk salah satu staff yang menginap disana. Setelah hari gelap kami baru tiba dan bermalam disana. Aku nikmati betul malam hari pertama aku tiba disana, di sebuah lokasi yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, aku puaskan makan-makan, bersantai sambil sesekali mengobrol dengan penghuni mess lainnya hingga akhirnya malam mengantarkan aku terlelap diatas kasur empuk dalam kamar pribadi aku. Pagi ketika matahari telah menyingsing, aku terbangun oleh kicauan burung dipepohonan sebelah kamar aku, sebab mess kami terletak didaerah perbukitan dengan suasana asri khas komplek perumahan pertamina dan berada agak ke dalam hutan, tetapi bukan hutan liar karena sudah banyak perkebunan milik penduduk atau milik perusahaan swasta. Aku singkap tirai jendela ingin mengetahui situasi di sekeliling mess pada waktu terang. Sebab tadi malam tidak begitu jelas terlihat. Begitu aku lihat, aku terpaku beberapa lama, tertegun memperhatikan pemandangan tidak begitu jauh dari kamar aku, hanya dibatasi oleh halaman, pagar dan sebuah jalan tanah merah khas jalan proyek, terdapat sebuah lahan sawah yang tidak begitu besar diapit oleh beberapa kebun dan persawahan lainnya. Ternyata lokasi mess kami berbaur dengan lokasi persawahan dan perkebunan penduduk. Karena memang benar lokasi daerah minyak tidak mengenal tempat, dimana ada minyak disitu dieksploitasi. Disana terlihat sepasang suami istri yang sudah cukup tua sedang menggarap sawah, seorang anaknya terlihat mondar mandir sambil menuntun kerbau entah sapi, semua menceburkan diri di kubangan sawah, berpanas-panas dibawah matahari yang semakin terik, bekerja dengan segenap tenaga, entah sudah berapa lama mereka bekerja hari itu. Tak dapat aku tahan rasa sedih, Mengapa Tuhan lainkan kenikmatan makhlukNya, ada mereka yang berkepayahan mencari sesuap nasi dengan membanting tulang siang malam, kepanasan kehujanan, memeras tenaga dan pikiran, dan ada pula mereka yang berada dalam ruangan sejuk, tidur nyenyak di kasur empuk, makan serba enak, semua serba mewah. Kenikmatan yang masing-masing kami miliki hanya dipisahkan tanah 30 meter jauhnya, tetapi begitu paradoksal, begitu membuat gundah dan menyedihkan. Bagaimana jika terjadi pertukaran posisi. Aku meringis dalam hati. Akhirnya aku berbisik dalam sanubari, Ya Tuhan, ampuni aku yang telah begitu banyak menerima rahmatMU, dan kadang lalai menyadarinya, aku minta satu Engkau beri seratus, Aku minta setetes Engkau limpahkan selautan. Ya Tuhan, Jangan tinggalkan aku ketika aku lupa dan lena. Aku tahu pasti ada rahasia dibalik semua ayat-ayat yang kau hamparkan kehadapanku, akan terus kupelajari apa yang Engkau rahasiakan, Akan aku cari hikmahnya walau sampai kapanpun juga dengan akal dan jiwaku yang danagkal ini ini. (Mengenang 6 tahun resign)

PUTUSAN PAILIT

ANALISIS PERKARA KEPAILITAN

PUTUSAN
Nomor 47/Pailit/2001/PN Niaga/Jkt.Pst.


I. Status Para Pihak

Para pihak yang berada dalam proses kepailitan pada perkara ini adalah perusahaan-perusahan berbentuk badan hukum.

Yaitu :
Pihak Debitor :
PT UMIKASENTANA BAJATAMA
Sebagai pihak debitor dan yang mengajukan permohonan pailit.

Pihak Kreditor :
PT KRAKATAU INDUSTRIAL ESTATE CILEGON
PT KRAKATAU DAYA LISTRIK
PT KRAKATAU ENGINEERING CORPORATION
PT PURNA SENATANA BAJA
(Merupakan pihak-pihak yang aktif di persidangan)

PT BANK BNI (selanjutnya mengalihkan hak penagihan kepada BPPN)
PT BATU LIMAS
UD HARTAGI GEMILANG
PT TRIJAYA SAKTI
CV BINA USAHA
CV WIDODO
PRIMKOSUB
(Merupakan pihak-pihak yang tidak aktif di persidangan)


II. Ikhtisar Pokok Perkara :

Debitor ( PT UMIKASENTANA BAJATAMA) merupakan perusahaan pemasok kapur kepada PT KRAKATAU STEEL (Persero). Untuk memenuhi pasokan tersebut Debitor ingin mendirikan pabrik kapur. Untuk mendirikan pabrik tersebut Debitor bekerjasama dengan PT KRAKATAU ENGINEERING CORPORATION (KEC) sebagai kontraktor pembangunan pabrik kapur. Untuk penyediaan lahan dilakukan melalui kerjasama dengan PT KRAKATAU INDUSTRIAL ESTATE CILEGON (KIEC) sebagai penyedia lahan. Sedangkan penyediaan dana untuk pembangunan pabrik pemohon meminjam dari Bank BNI. Untuk Suplai tenaga listrik, debitor bekerjasama dengan PT KRAKATAU DAYA LISTRIK. Pembangunan pabrik kapur mengalami kegagalan dalam menghasilkan produk, sehingga menyebabkan kerugian yang luar biasa. Untuk tetap menjaga pemenuhan pasokan kapur ke PT KRAKATAU STEEL sesuai perjanjian, Debitor melakukan kerjasama pembelian kapur kepada PT BATU LIMAS, UD HARTAGI GEMILANG, PT TRIJAYA SAKTI, CV BINA USAHA, CV WIDODO, CV ANDALAN, PRIMKOSUB. Karena terjadi krisis moneter PT KRAKATAU STEEL menghentikan kerjasama pembelian kapur dari Debitor. Akibat penghentian tersebut dan turunnya harga kapur sehingga kerugian debitor bertambah besar maka untuk menutupi biaya operasional debitor meminjam dana kepada PT PUTRA SENTANA BAJA. Tetapi debitor tetap terus merugi dan tidak dapat membayar semua utang-utangnya kepada kreditor-kreditor tersebut. Akibat kerugian yang terus menerus maka debitor mengajukan permohonan pernyataan pailit.


III. Dasar Pertimbangan Hakim :

A. Bahwa Debitor memiliki hubungan kerjasama yang menyebabkan timbulnya utang yang belum dibayar kepada kreditor yaitu :
1. PT KRAKATAU INDUSTRIAL ESTATE CILEGON (Penyedia lahan)
2. PT KRAKATAU DAYA LISTRIK (Penyedia Listrik)
3. PT KRAKATAU ENGINEERING CORPORATION (Kontraktor)
4. PT PURNA SENTANA BAJA (Penyedia Dana 1)
5. PT BANK BNI/BPPN (Penyedia Dana 2)
6. PT BATU LIMAS (Pemasok Kapur 1)
7. UD HARTAGI GEMILANG (Pemasok Kapur 2)
8. PT TRIJAYA SAKTI (Pemasok Kapur 3)
9. CV BINA USAHA (Pemasok Kapur 4)
10. CV WIDODO (Pemasok Kapur 5)
11. PRIMKOSUB (Pemasok Kapur 6)

B. Pengajuan keberatan atas pailit oleh 1 kreditur tidak berdasar yaitu :
PT KRAKATAU ENGINEERING CORPORATION

C. Persetujuan pailit oleh 3 kreditur :
PT PURNA SENTANA BAJA
PT KRAKATAU DAYA LISTRIK
PT KRAKATAU INDUSTRIAL ESTATE CILEGON

D. Tidak ada tanggapan dari 7 kreditur :
PT BANK BNI/BPPN
PT BATU LIMAS
UD HARTAGI GEMILANG
PT TRIJAYA SAKTI
CV BINA USAHA
CV WIDODO
PRIMKOSUB
E. Adanya hubungan antara debitor dan kreditor dalam bentuk perikatan (vermogen rechts) dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain wajib melaksanakannya. Obyek dan subjeknya tertentu. Debitor tidak melaksanakan kewajiban.

F. Bukti-bukti yang diajukan debitor dan kreditor memiliki kesesuaian dan fakta hukum yang terungkap.


IV. Putusan Hakim :

1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit debitor.
2. Menyatakan Debitor dalam keadaan pailit.
3. Menunjuk Hakim pengawas dan kurator untuk mengurus akibat kepailitan selanjutnya.
4. Menetapkan imbalan jasa dan biaya perkara.


V. Lama Proses Persidangan :

Tgl 25 September 2002 s.d. 12 Oktober 2001 (Lebih dari 30 hari).

17 November 2008

ANALISA PUTUSAN

ANALISA PUTUSAN
Nomor : 08/Pailit/1998/PN.Niaga/Jkt Pst
Jo. Nomor: 05/PKPU/1998/PN.Niaga/Jkt.Pst



Putusan nomor Nomor : 08/Pailit/1998/PN.Niaga/Jkt Pst merupakan putusan yang dikeluarkan karena adanya perdamaian oleh para pihak yaitu Jimmy Lie sebagai pemohon PKPU dengan Kreditor sebagai penggugat pailit. Hakim dalam memutuskan perkara menimbang bahwa proses pemeriksaan PKPU menjadi gugur dengan dicabutnya gugatan pailit oleh kreditor dan PKPU oleh debitor meskipun diluar prosedur PKPU. Untuk itu Pengadilan Niaga memutuskan meskipun gugatan telah gugur dan dicabut, tetapi biaya yang ditimbulkan dan imbalan-imbalan jasa dalam proses permohonan PKPU yang telah dilaksanakan oleh Tim pemeriksa dan pengurus harus menjadi tanggungan pihak debitor tetapi hanya bagi sekretaris pengurus. Perdamaian antara debitor dan kreditor tlah diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Bagian Keenam mengenai Perdamaian. Hak mengajukan perdamaian oleh Debitor pailit kepada semua kreditor telah diatur dalam pasal 144. Mengenai imbalan jasa bagi pemeriksa dan pengurus telah diatur dalam pasal 4 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.09-HT.05.10-tahun 1998 Tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus yang menentukan bahwa : Imbalan jasa bagi pengurus sebagaimana dimaksud dalam paasal 1 angka 3 ditentukan sebagai berikut :
a. Dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang yang berakhir dengan perdamaian, besarnya imbalan jasa ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada debitur dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari pengurus yang bersangkutan dengan ketentuan paling tinggi 3 % (tiga persen) dari nilai harta debitur;atau
b. Dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir tanpa perdamaian, besarnya imbalan ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada debitur dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari pengurus yang bersangkutan dengan ketentuan paling tinggi 5 % (lima persen) dari nilai harta debitur.



---------















Idil Victor
20072005029

DASAR HUKUM PERJANJIAN STANDAR/KONTRAK BAKU MENGENYAMPINGKAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

DASAR HUKUM PERJANJIAN STANDAR/KONTRAK BAKU MENGENYAMPINGKAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

(Ditinjau dari Aspek Keabsahan Hukum Pemberlakuan Perjanjian Standar)

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan bisnis, diantaranya adalah mewujudkannya dalam bentuk kontrak bisnis. Dalam bisnis, kontrak merupakan bentuk perjanjian yang dibuat secara tertulis yang didasarkan kepada kebutuhan bisnis. Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenskomst (dalam Bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas kontrak sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian.[1]
Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan antara pengertian “contract” dan “overeenkomst”.[2] Kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu.[3]
Dalam hukum kontrak sendiri terdapat asas yang dinamakan kebebasan berkontrak. Menurut Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari bunyi pasal tersebut sangat jelas terkandung asas :
a. Konsensualisme, adalah perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yang mengadakan kontrak;
b. Kebebasan berkontrak, artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya;
c. Pacta Sun Servanda, artinya kontrak itu merupakan Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (mengikat).[4]
Asas kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Dalam perkembangannya ternyata kebebasan berkontrak dapat mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. [5]
Communis opinio doctorum selama ini dengan bertitik tolak pada pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang berisi dua” (“een tweezijdige rechtshandeling”) untuk menimbulkan persesuaian kehendak guna melahirkan akibat hukum. Yang dimaksud dengan satu perbuatan hukum yang berisi dua ialah penawaran (aanbod/offer) dan penerimaan (aanvaarding acceptance). Penawaran dan penerimaan itu masing-masing pada hakekatnya adalah perbuatan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang didasarkan pada kehendak yang dinyatakan untuk menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki dan diakui oleh hukum. Berarti masing-masing pihak seyogyanya mempunyai kebebasan kehendak. Itulah sebabnya Buku III KUH Perdata dikatakan menganut sistem terbuka dan didasarkan pada asas kebebasan berkontrak.[6]
Tetapi kebebasan kehendak tersebut dalam kenyataanya seringkali didapati salah satu pihak yang menentukan syarat didalam suatu kontrak, sedangkan pihak lain hanya dapat menerima atau menolak (misalnya dalam kontrak standar: syarat umum dari bank, syarat penyerahan dari produsen, dan sebagainya). Tidak dipungkiri bahwa kegiatan bisnis tersebut menjadi latar belakang tumbuhnya perjanjian baku. Menurut Gras dan Pitlo, latar belakang lahirnya perjanjian baku antara lain merupakan akibat dari perubahan susunan masyarakat. Masyarakat sekarang bukan lagi merupakan kumpulan individu seperti pada abad XIX, tetapi merupakan kumpulan dari sejumlah ikatan kerja sama (organisasi).[7]. Perjanjian baku lazimnya dibuat oleh organisasi-organisasi poerusahaan. Hal inilah yang membuat perjanjian baku sering telah distandarisasi isinya oleh pihak-pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya pernjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, perjanjian itu sianggap tidak ada karena debitur tidak menandatangani perjanjian itu. Disinilah letak kontradiksi antara asas kebebasan berkontrak dengan pemberlakuan pelaksanaan perjanjian baku.
Untuk itulah perlu adanya penelitian dan pemahaman terhadap hukum kontrak yang meninjau dasar hukum pemberlakuan perjanjian baku/standard contract dengan mengenyampingkan asas kebebasan berkontrak.

2. Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu apa yang menjadi dasar berlakunya perjanjian baku/standar kontrak ditinjau dari sudut pengenyampingan asas kebebsan berkontrak.

3. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, dimana dipaparkan mengenai dasar hukum pemberlakuan perjanjian baku dengan mengenyampingkan asas kebebasan berkontrak.
BAB II
PEMBAHASAN

Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah :[8] Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.[9] Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.[10]
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian.[11] Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.[12]
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum (public interest).[13]
Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature) terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis.[14]
Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya.

Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.




---------------------


BAB IV
KESIMPULAN

Dalam melihat dasar hukum pemberlakuan kontrak baku dalam kaitannya dengan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena alasan demi kepentingan umum (public interest). Hal ini berarti kontrak baku yang dibuat oleh para pihak adalah sah dan mengikat kedua belah pihak. Selain itu dengan dikeluarkannya beberapa peraturan oleh pemerintah Indoensia yang mengatur menegani kontrak baku, maka kontrak baku diperbolehkan untuk dilaksanakan dengan mengenyampingkan asas kebebasan berkontrak.



DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Johannes dkk, Tanpa Tahun, Beberapa hal Tentang Itikad Baik dan TanggungJawab Hukum, Bandung, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan.

Ibrahim, Johannes, 2004, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Dunia Modern, Jakarta, PT Refika Aditama.

Salim, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.

Saliman, Abdul R & dkk, 2004, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta, Kencana.

Subekti, R, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa.

Syahdeni, Sutan Remi, Tanpa Tahun, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia.


[1] Saliman, Abdul R & dkk, 2004, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta, Kencana, Hal. 12.
[2] Ibrahim, Johannes, 2004, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Dunia Modern, Jakarta, PT Refika Aditama, Hal. 43.
[3] Subekti, R, 1984, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, Hal. 1.
[4] Op. cit. Hal. 13.
[5] Syahdeni, Sutan Remi, Tanpa Tahun, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia. Hal. 17.
[6] Gunawan, Johannes dkk, Tanpa Tahun, Beberapa hal Tentang Itikad Baik dan TanggungJawab Hukum, Bandung, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Hal. 13.
[7] Salim, 2007, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Hal. 148.
[8] Ibid, Hal. 148

[10] Op. cit. hal 46
[11] Syahdeni, Sutan Remy, Op. cit. Hal. 39.
[12] Ibid. Hal. 46
[13] Ibid. Hal. 61
[14] Ibid. Hal. 59

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM KERANGKA UU NO 40 TAHUN 2007

Oleh :
IDIL VICTOR


Dewasa ini Prinsip Good Corporate Governance merupakan prinsip yang mutlak dimiliki oleh setiap perusahaan agar tetap eksis. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yaitu fairness, transparency, accountability dan responsibility merupakan upaya agar terciptanya keseimbangan antar kepentingan dari para stakeholder yaitu pemegang saham mayoritas, pemegang saham minoritas, kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, suppliers, pemerintah, konsumen dan tentunya para anggota masyarakat yang merupakan indikator tercapainya keseimbangan kepentingan, sehingga benturan kepentingan yang terjadi dapat diarahkan dan dikontrol serta tidak menimbulkan kerugian bagi masingmasing pihak. Pemegang saham yang memiliki control sebenarnya memiliki insentif secara lebih dekat untuk memonitor perusahaan serta manajemen yang memberikan pengaruh positif bagi corporate governance. Sebaliknya, pemegang saham pengendali juga berpotensi untuk berkonflik dengan pemegang saham lain, khususnya pemegang saham minoritas.
Sejak lahirnya UU Nomor 40 Tahun 2007 terdapat pengaturan yang lebih pasti terhadap kedudukan pemegang saham minoritas. Dalam Pasal 84 ayat 1 disebutkan bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Dalam hal ini berlaku ketentuan one share one vote. Sistem ini telah mengubah ketentuan yang trdapat dalam Pasal 54 KUHD yang menyatakan sebaliknya.
Hal ini pula berarti bahwa UU Perseroan Terbatas tidak membatasi kekuataan pemegang saham dalam jumlah yang besar dalam perolehan hak suara yang didapat. Bagi pemegang saham minoritas yang mempunyai saham yang lebih sedikit maka pemegang saham hanya bertanggungjawab hanya sebatas setoran atas seluruh saham yang dimiliki dan tidak sampai bertanggungjawab sampai harta pribadi pemegang saham. Hal itu sesuai dengan bnunyi pasal 3 UU No 40 tahun 2007 yang menentukan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Mengenai pembelaan pemilik saham minoritas dari kesewenagan pemilik saham mayoritas juga terdapat suatu prinsip yang disebut prinsip perlekatan. Artinya terdapat perlekatan antara kepemilikan saham dengan hak suara. Sekalipun saham sudah beralih kepihak ketiga melalui lembaga penjaminan seperti misalnya gadai. Perjanjian tersebut dikenal denegn nama voting agreement yang merupakan voting persetujuan oleh pihak pemegang saham yang dilakukan didalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan prinsip inilah kebebasan pemegang saham mayoritas dibatasi. Pemegang saham yang telah membuat suatu perjanjian hak suara dapat mengeluarkan suaranya sesuai dengan kehendaknya. Dengan demikian kekuatan dapat dihimpun oleh pemegang-pemegang saham yang kecil-kecil atau minoritas sehingga dapat menyatukan suara.
Dengan prinsip one share one vote, terdapat upaya emmebrikan erhatian khusus oleh hukum untuk melindungi pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegangs saham minoritas dalam hal ini dilakukan denan memperkenalkan prinsip special vote, yang operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1. Prinsip Silent Majority
Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan absatain dalam voting. Salah satu sistem dari prinsip silent majority adalah system pemilihan berlapis, yang diperkenalkan oleh Keputusan Ketuan Bapepam No. Kep-01/PM/1993, tanggal 29 Januari 1993, yang telah diganti dengan Peraturan Bapepam No.04/PM/1994, tanggal 7 Januari 1994.
Prinsip pemilihan berlapis ini dioperasionalisasikan dengan cara pelaksanaan dua kali voting. Pada voting pertama hanya pemegang saham tidak berbenturan kepentingan pemegang saham minoritas yang boleh melakukan voting, sementara pemegang saham yang berbenturan kepentingan/pemegang saham minoritas menerima usulan yang bersangkutan, yaitu usulan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan.
Contoh dari transaksi yang berbenturan kepentingan adalah apa yang popular dengan istilah akuisisi internal.
2. Prinsip Super Majority
Dalam hal ini voting dilakukan dalam RUPS mensyaratkan lebih dari sekedar simple majority (51%) untuk dapat memenagkan voting. Keputusan dari rapat tidak dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah presentase tersebut. Dalam praktek, anggaran dasar Perseroan Terbatas yang standar pada umumnya memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal tertentu yang mungkin menjadi krusial bagi seluruh pemegang saham, termasuk minoritas.
UUPT memberlakukan prinsip super majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam anggaran dasar perseroan, ataupun terhadap kegiatan-kegiatan yang ditentukan sendiri oleh undang-undnag, misalnya jika perseroan melakukan perubahan anggaran dasar, merger, akuisisi, konsolidasi, kepailitan, likuidasi atau pembelian kembali saham.
Dalam hal Perseroan merugikan pemegang saham minoroitas, maka setiap pemegang saham minoritas dapat berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan. Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri setempat. Hal tersebut dfiatur dalam pasal 61 UU PT.
Selain itu pemegang saham minorutas juga memiliki perlindungan dalam hal pembelian saham sebagaimana yang diatur dalam pasal 62 UU PT. Pemegang saham minoritas dapat menjual saham kepada Persero jika pemegang saham menilai Persero telah melakukan perbuatan yang merugikan.
Selanjutnya dalam hal pemenuhan Kuorum, UU No 40 tahun 1970 juga memberikan perlindungan bagi pemegang saham untuk menentukan besar angka kuorum yang harus dilaksanakan, melihat dari angka kuorum hak suara yang terpenuhi, bukan melihat jumlah kuorum pemegang saham yang terbanyak yang hadir dalam RUPS, sehingga terdapat hak kuorum minimal bagi pemegang saham khsusunya minoritas. Hal ini dapat diartikan juga bahwa keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dan bukan berdasarkan banayaknya pemegang lembar saham.
Dalam hal terdapat upaya konsolidasi atas perusahaan, maka pemegang saham minoritas (biasanya pihak yang kalah ) dapat mengajukan appraisal rights. Yang dimaksud dengan appraisal rights adalah hak dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan merger atau tindakan korporat lainnya, untuk menjual saham yang dipegangnya itu kepada perusahaan yang bersangkutan, mana pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas.
Pelaksanaan appraisal rights ini merupakan salah satu keistimewaan yang dibeikan oleh hukum kepada transaksi merger ini. Hal ini diatur dalam pasal Pasal 102 juncto 123 UUPT.



--------------­

TANGGUNG JAWAB PIHAK KETIGA

TANGGUNG JAWAB INVESTOR TERHADAP HUTANG CV
PADA PIHAK KETIGA

Oleh : Idil Victor


Badan usaha Perseroan Komanditer atau Commanditaire Venootschaaf (CV) adalah bentuk persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang (sekutu) yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan. Para anggota persekutuan menyerahkan uangnya sebagai modal perseroan dengan jumlah yang tidak perlu sama sebagai tanda keikutsertaan di dalam persekutuan.
Sekutu pada persero dapat dikelompokkan menjadi :
1. Sekutu Komplementer yaitu sekutu aktif/orang yang bersedia memimpin pengaturan perusahaan dan bertanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya sesuai pasal 18 KUHD.
2. Sekutu Komanditer yaitu sekutu pasif/orang yang tidak ikut mengurus persekutuan tapi mempercayakan uangnya dalam persekutuan dan bertanggung jawab hanya terbatas pada kekayaan yang diikut sertakan dalam perusahaan tersebut.
Persekutuan komanditer juga merupakan persekutuan yang terdiri atas beberapa orang yang berusaha dan beberapa orang yang hanya menyerahkan modal saja.
Adapun kebaikan dari mendirikan CV adalah sebagai berikut :
1. Pendirian relatif mudah
2. Modal/Kredit mudah didapat-
3. Kemampuan manajemen lebih baik dibanding bentuk usaha yang lain seperti Persekutuan Perdata dan Fa.
Selain itu CV juga memiliki kelemahan, yaitu :
1. Sebagian anggota memiliki tanggungjawab tidak terbatas
2. Dana yang sudah disetor sulit ditarik kembali
3. Kelangsungan hidup perusahaan sewaktu-waktu dapat terganggu.
Macam-macam keanggotaan dalam CV adalah :
1. Sekutu Pimpinan (General Partner) adalah anggota aktif serta turut memimpin perusahaan dan bertanggungjawab tidak terbatas terhadap utang perusahaan
2. Sekutu Terbatas (Limited Partner) adalah anggota yang bertanggungjawab terbatas pada utang perusahaan sebesar modal yang disetor dan tidak boleh aktif dalam perusahaan
3. Sekutu Diam (Silent Partner) adalah sekutu yang tidak aktif menjalankan perusahaan akan tetapi dikenal sebagai sekutu dalam CV tsb.
4. Sekutu Rahasia (Secret Parner) adalah sekutu yang aktif menjalankan perusahaan tetapi tidak diketahui oleh umum.
5. Sekutu Senior dan Yunior adalah keanggotaan yang didasarkan pada lamanya investasi atau bekerja pada CV.
6. Dormant (Sleeping Partner) adalah sekutu yang tidak aktif dan tidak dikenal umum sebagai sekutu dalam CV
Berakhirnya CV diatur dalam Pasal 31 KUHD yaitu:
1. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar (Akta Pendirian).
2. CV berakhir sebelum jangka waktu yang ditetapkan, akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu.
3. Akibat perubahan anggaran dasar (akta pendirian) di mana perubahan anggaran dasar ini mempengaruhi kepentingan pihak ketiga terhadap CV.
Mengernai tanggung jawab sekutu dalam CV tergantung dari siapa sekutunya. Untuk sekutu komplementer, tanggung jawabnya adalah pribadi untuk keseluruhan sedangkan sekutu komanditer tanggunjawabnya terbatas pada modal yang dimasukkannya dalam persekutuan.
Sedangkan jika CV dinyatakan pailit maka hanya sekutu komanditer yang dinyatakan pailit, sedangkan sekutu komanditer tidak dinyatakan pailit. Begitu juga dengan pihak penanam modal atau investor yang menanamkan modalnya dalam CV. Jika ia ambil bagian sebagai sekutu komanditer maka ia tidak bisa dinyatakan pailit dan tidak memiliki kewajiban untuk ikut bertanggungjawab terhadap pembayaran hutang kepada pihak ketiga karena tanggungjawabnya hanya terbatas pada modal yang disertakannya.

16 November 2008

PERSAINGAN USAHA

ANALISIS PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
NO. 07/KPPU-L/2007 TENTANG KASUS TEMASEK HOLDINGS Pte. Ltd.
TERHADAP PELANGGARAN UU NO 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
(Ditinjau Dari Aspek Pembelaan Diri Temasek Terhadap Tuduhan KPPU)



I. Profile Kasus Temasek Holdings Pte. Ltd.

Pada kisaran bulan April Tahun 2007, terjadi sebuah kasus yang cukup memberikan pengaruh pada dunia telekomunikasi di Indonesia khususnya pengguna jasa telepon seluler. Sebuah perusahaan Holding Company berasal dari Singapura yaitu Temasek Holdings Pte. Ltd. yang mengelola dana investasi sebesar US$ 108 Miliar atau sekitar Seribu triliun rupiah diduga melakukan struktur kepemilikan silang atas saham dua perusahaan jasa seluler Indonesia yaitu Telkomsel dan Indosat. Dugaan tersebut telah berlangsung mulai dari tahun 2002 dan baru diangkat ke sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2006. Adapun pihak-pihak yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan pelanggaran tersebut adalah :
1. Temasek Holdings Pte. Ltd.
2. Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd.
3. STT Communications Ltd.
4. Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd.
5. Asia Mobile Holdings Pte. Ltd.
6. Indonesia Communications Limited.
7. Indonesia Communications Pte. Ltd.
8. Singapore Telecommunications Ltd.
9. Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.
10. PT. Telekomunikasi Selular.

II. Tuduhan Pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 oleh Temasek Holdings Pte Ltd

Adapun dugaan pelanggaran yang dituduhkan oleh KPPU adalah sebagai berikut :
1. Temasek Holdings Pte. Ltd. memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. PT Telekomunikasi Selular (selanjutnya disebut Telkomsel) mempertahankan tarif seluler yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi sehingga melanggar pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.


Tuduhan Pertama : Kepemilikan Silang dan Saham Mayoritas

Bukti tuduhan terhadap Temasek dimuat dalam point ke 46 pada bagian dugaan pelanggaran dalam Putusan KPPU. Berdasarkan fakta yang diperoleh, Temasek melalui anak perusahaannya memiliki 35% saham dengan hak suara di Telkomsel, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris, dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan terutamadalam hal persetujuan anggaran melalui Capex Committee dan kemampuan untukmemveto putusan RUPS (negative control) dalam hal perubahan Anggaran Dasar, buy back saham perusahaan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,pembubaran dan likuidasi perusahaan.
Hal yang sama terjadi juga pada Indosat, Temasek memiliki sekitar 41,94% saham dengan hak suara di Indosat, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan Indosat. Pemegang saham lainnya adalah Pemerintah RI sebesar 15% dan publik sebesar 43,06%. Saham publik diperdagangkan di pasar modal Indonesia dan Amerika Serikat yang berubah-ubah terus kepemilikannya dan secara keseluruhan hampir tidak mungkin untuk bertindak secara bersama-sama. Oleh karena itu Temasek merupakan pengendali aktif (positive control) di Indosat; pada akhir kesimpulannya bahwa KPPU menganggap Temasek melalui anak-anak perusahaannya memiliki kendali pada Telkomsel dan Indosat.
Dasar tuduhan kepada Temasek telah melakukan kepemilikan silang sehingga melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah dengan adanya kepemilikan silang yang dituduhkan oleh KPPU atau masalah cross-ownership. Cross-ownership selain memiliki dampak langsung terhadap perubahan struktur kepemilikan suatu perusahaan juga akan memberikan dampak perubahan struktur industri dimana perusahaan itu berada. Untuk mengukur apakah cross-ownership yang sedang diteliti memberikan dampak buruk terhadap persaingan, otoritas kompetisi lazimnya memperhatikan perubahan tingkat konsentrasi industri sebelum dan sesudah cross-ownership terjadi. Apabila tingkat struktur industri setelah cross-ownership semakin terkonsentrasi maka hal tersebut memberikan indikasi bahwa cross-ownership yang dilakukan berdampak buruk terhadap persaingan.
Hal tersebut didasarkan bahwa peningkatan tingkat konsentrasi suatu industri dapat menjadi indikasi peningkatan market power pelaku usaha dalam industri tersebut. Peningkatan market power memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk menetapkan harga (price maker) Ada tidaknya penggunaan market power yang dimiliki oleh pelaku usaha, dapat diindikasikan dengan:
1. Tingginya harga jual produk;
2. Relatif dengan produk subsitusi;
3. Relatif dengan biaya produksi;
4. Tingginya margin keuntungan pelaku usaha di pasar bersangkutan;
Dampak akhir dari cross-ownership yang berdampak buruk terhadap persaingan adalah adanya nilai kerugian konsumen atau disebut consumer loss. Consumer loss muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual produk dibandingkan dari yang seharusnya dapat dijangkau lebih murah atau kuantitas output di pasaran yang jumlahnya lebih rendah dari yang seharusnya konsumen dapatkan.
Pernyataan utama KPPU menentang terjadinya kepemilikan silang diatas adalah bahwa jika tidak terdapat kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel maka akan menimbulkan kompetisi yang lebih baik.

Tuduhan Kedua : Kepemimpinan Harga (Price leadership) oleh Telkomsel Sehingga Menyebabkan Pemasangan Tarif yang Tinggi

KPPU berpendapat bahwa kepemilikan silang Temasek terhadap Indosat dan Telkomsel telah berpengaruh negatif terhadap kondisi persaingan di pasar relevan. Sehubungan dengan hal ini, KPPU mengklaim sejumlah hal yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Klaim bahwa pasar relevan itu terkonsentrasi tinggi dan terus bertambah dalam beberapa waktu terakhir.
b. Variasi dari klaim mengenai kinerja keuangan Telkomsel yang baik.
c. Klaim bahwa kinerja Indosat tidak baik sejak akuisis saham oleh ICL/ICPL.
d. Klaim yang menyatakan bahwa Telkomsel telah menyebabkan buruknya kinerja Indosat.
e. Klaim bahwa pasar dikarakteristikan dengan dilakukannya price leadership oleh Telkomsel.
f. Klaim bahwa tarif Telkomsel itu berlebihan.
g. Klaim bahwa ketiadaan dugaan “kepemilikan silang”, maka situasi persaingan didalam pasar akan lebih baik.
Selanjutnya KPPU juga menganggap bahwa PT Telkomsel Seluler selaku anak perusahaan Temasek Holdings Pte Ltd telah melakukan praktek oligopoli dimana ada yang disebut dengan Kepemimpinan Harga (Price Leadership). Menurut KPPU, ketika suatu pelaku pasar memiliki posisi yang sangat dominan terhadap pasar secara relatif terhadap kompetitornya, pelaku pasar yang bersangkutan dapat, secara sepihak (unilateraly), menentukan harga pasar tanpa mengindahkan harga yang diberikan oleh kompetitornya. Pada industri yang bersifat oligopoly yang terdapat pemain dominan (dominant player) didalamnya, maka cross-ownership yang terjadi pada dominant player industri tersebut tidak hanya akan berdampak pada peningkatkan konsentrasi dominant player tersebut saja. Peningkatan konsentrasi tersebut memberikan ruang peningkatan market power.
Tingginya market power dominant player relatif terhadap para pesaingnya, memudahkan dominant player menentukan output dan harga tanpa terpengaruh keputusan pesaing. Keputusan dominant player untuk menetapkan tarif tinggi sebagai bentuk penggunaan market power secara optimum akan menjadi pelindung dan insentif bagi pesaing-pesaingnya untuk turut menikmati tarif tinggi. Fenomena tersebut adalah bentuk dari munculnya price leadership.
Kehadiran price leadership dalam suatu industri menyebabkan pilihan konsumen untuk menikmati harga yang lebih murah menjadi terhambat. Indikasi terjadinya price leadership adalah adanya pola perubahan tarif antar operator yang relatif seragam, tingginya harga produk, serta tingginya margin keuntungan antar pelaku usaha;
Alasan KPPU dalam membrikan anggapan demikian adalah bahwa :
a. Telkomsel memiliki :
(i) Pangsa pasar yang terbesar dalam pasar terkait sejak 2001;
(ii) Jaringan BTS yang paling luas; dan
(iii) Pendapatan rata-rata terbesar diantara Indosat, Excelcomindo dan
Telkomsel untuk periode 2001-2006.
b. Perbandingan harga antara Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo dan analisa pola tarif, keduanya memperlihatkan adanya paralel harga (price-parallelism). Khususnya, Indosat dan Excelcomindo mengikuti perubahan harga yang ditetapkan Telkomsel dalam pasar pasca bayar.
c. Untuk itu Telkomsel merupakan pemimpin harga dimana Indosat dan Excelcomindo tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dibidang harga. Secara efektif, terdapat kolusi diam-diam diantara ketiga operator yang efeknya serupa dengan kartel yang mendominasi pasar.

Tuduhan Ketiga : Penyalahgunaan Posisi Dominan.

Bila dikaitkan dengan industri seluler Indonesia, Telkomsel merupakan first mover dalam industri ini, karena merupakan pemain yang paling lama, memiliki posisi dominan, dan pembangunan infrastruktur yang paling luas. Hal ini diperjelas dengan data perbandingan jumlah BTS seluler, dimana Telkomsel memiliki BTS yang paling tinggi, jauh diatas pesaingnya. Adanya jangka waktu lama upaya new entrant tersebut akan membuat first mover memiliki posisi dominan dengan market power yang mudah digunakan untuk mengakumulasi monopolis profit. Telkomsel juga dianggap memperlambat pembangunan BTS milik Indosat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cross-ownership yang terjadi pada industri jasa seluler semakin menjauhkan industri tersebut sehat dan kompetitif karena melemahkan persaingan Indosat sebagai closest rival terhadap Telkomsel sebagai dominan player.


III. Putusan KPPU

Dari beberapa asumsi diatas, selanjutnya KPPU berdasarkan Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 mengeluarkan putusan sebagai berikut :
Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999;
Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999;
Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999;
Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap;
Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas;
Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atas dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas;
b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun;
Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, bAsia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)
Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurangkurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini;
Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);



IV. Pembelaan Teamasek Holdings Pte. Ltd.

Pembelaan Pertama : Temasek Tidak Memiliki Saham Mayoritas
Arah dari tuduhan pertama adalah bahwa Temasek memiliki “saham mayoritas” dalam dua penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia melalui anak-anak perusahaannya adalah tidak benar.
KPPU Mencampuradukkan istilah Pemegang Saham “Minoritas” Dan “Mayoritas”. Pengertian yang sebenarnya dari “saham mayoritas” adalah kepemilikan lebih dari 50% saham dalam suatu perusahaan. Secara umum, kata-kata ‘mayoritas’ dan ‘minoritas’ adalah eksklusif. Hanya satu orang yang dapat memegang kepemilikan saham mayoritas. Dalam Undang-undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“Undang-Undang BUMN”) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, keduanya mendefinisikan istilah pemegang saham mayoritas dan keduanya menjadi panduan terbaik dalam menentukan definisi dari istilah tersebut dalam konteks tersebut.
Penjelasan dari Pasal 15 ayat (2) dari Undang-undang Nomor 8Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan “pemegang saham mayoritas” adalah: “mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan.”
Pasal 1 butir 1 dari Undang-Undang BUMN menyebutkan sebagai berikut: “1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan..”
Meskipun seseorang melekatkan definisi “pemegang saham mayoritas” pada hak suara dan bukan pada jumlah saham, harus dicatat bahwa STT (anak perusahaan Temasek) tetap tidak memegang mayoritas baik atas hak suara maupun jumlah saham di Indosat. Jadi definisi apapun yang digunakan, STT tetap di bawah jumlah 50%. STT hanyalah pemegang saham tidak langsung dan tidak memiliki hak suara apapun dalam Indosat.
Terdapat fakta yang diabaikan bahwa kata-kata yang digunakan dalam Pasal 27 tidak melarang seorang pemegang saham untuk belakukan tingkat “penguasaan” yang dimilikinya. Pasal menyebutkan kepemilikan mayoritas. Bahkan pada saat pembuat undang-undang hendak merujuk pada hal pengendalian, pembuat undang-undang telah melakukannya dengan bahasa yang lugas, sebagai contoh dalam Pasal 17 dan 18 dari UU Anti Monopoli.
Dalam sudut pandang Telkomsel, Singtel Mobile hanyalah pemegang saham minoritas yang berhak menunjuk 2 dari 6 anggota Dewan Komisaris Telkomsel, sisanya ditunjuk oleh Telkom. Walaupun saat ini hanya terdapat 5 Komisaris, Telkom tetap berhak untuk menunjuk Komisaris ke-6. Serupa dengan hal tersebut, Singtel Mobile hanya berhak menunjuk 2 dari 5 anggota Dewan Direksi Telkomsel. Lagi-lagi, Telkom merupakan pihak yang berhak menunjuk sisanya. Seluruh keputusan-keputusan dewan pengurus Telkomsel harus dibuat dengan persetujuan mayoritas suara, tidak mungkin Temasek, baik sendiri maupun melalui anak-anak perusahaannya (Terlapor 2 s/d 9), melakukan kendali/kontrol terhadap Telkomsel.


Pembelaan Kedua : Kepemimpinan Harga dalam menerapkan tarif tinggi

Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak mengawasi atau mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan Telkomsel atas pengadaan atau tarif.
Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak memainkan peranan dalam proses pengadaan Telkomsel. Pengadaan diurus oleh Departemen Perencanaan dan pengembangan, yang dikepalai oleh anggota yang dicalonkan Telkom.
Temasek memahami bahwa KPPU telah menyimpulkan dalam laporannya bahwa Telkomsel tidak terikat dalam pengadaan patungan dengan suatu perusahaan yang merupakan afiliasi dengan SingTel tetapi membagi informasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut. KPPU tidak menuduh bahwa pembagian informasi yang terjadi tidak sah atau tidak tepat dengan cara apa pun. Dalam suatu hal, dan karena pertanyaan-pertanyaan tentang pengadaan dan pengadaaan patungan mengambil waktu terlampau banyak selama Pemeriksaan atas SingTeln pada tanggal 23 Juli 2007, NERA telah menyampaikan masalah pengadaan patungan tersebut dan menyimpulkan bahwa pengadaan patungan tersebut dilakukan untuk memperoleh diskon atas dasar volume secara bersaing dengan ketentuan masukan-masukan dalam proses produksi tidak anti kompetitif.
Sebaliknya, diskon atas dasar volume merupakan aspek yang biasa dan sehat atas proses bersaing yang juga memajukan kesejahteraan pelanggan.
Baik Temasek maupun SingTel atau ST Mobile tidak mempengaruhi atas keputusankeputusan Telkomsel atas tafif.
Selanjutnya baik Temasek ataupun SingTel atau ST Mobile tidak berada dalam suatu posisi dan tidak satu pun dari mereka sebenarnya mempengaruhi kebijakan atau keputusan Telkomsel tentang tarif. Kami memahami bahwa KPPU menerima bahwa tarif telekomunikasi seluler sepenuhnya dilimpahkan kepada para operator berdasarkan pokok formula dan struktur tarif yang ditetapkan pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 28 Undang-Undang No.36 tahun 1999.. Menurut Pasal 28 Undang-Undang No.36/1999 mengenai tarif untuk jaringan kerja telekomunikasi dan jasa telekomunikasi harus ditentukan oleh jaringan kerja (“Undang-Undang Telekomunikasi”) dan para operator jasa dengan mengacu pada formula yang ditentukan Pemerintah. Pemerintah mengatur industri telekomunikasi melalui Departemen Perhubungan (“MOC”) dan selanjutnya Departemen Perhubungan dan Informatika (“MOCI”). KPPU juga menerima bahwa para operator telekomunikasi seluler saat ini memenuhi peraturan-peraturan dalam menentukan tarif yang menetapkan harga plafon yang berlaku di Indonesia. Keduanya adalah bagian dari pengaturan sebelum Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 70 mulai berlaku.
Dalam batasan formula sempit yang diharuskan untuk tarif yang ditetapkan Pemerintah, tarif ditentukan oleh Dewan Direksi di mana baik Temasek, ataupun SingTel atau ST Mobile tidak mempunyai suara terbanyak. Ini dikonfirmasikan oleh perwakilan ST Mobile, Tuan Sean Slattery, selama Pemeriksaan atas ST Mobile pada tanggal 23 Juli 2007 dan juga perwakilan Telkomsel selama Pemeriksaan Telkomsel pada tanggal 13 Juli 2007 sebagaimana tercantum di bawah ini.
Pemeriksaan ST Mobile. KPPU: Ada kecenderungan ketika mengkaji secar ekonomis tarif Telkomsel menjadi Leader dalam industri. Telkomsel memasang tarif tinggi, apakah ini diketahui SingTel Mobile? Jawaban: Tarif ditentukan Direksi Telkomsel, SingTel Mobile tidak terlibat. Tidak seorang pun dari SingTel telah memberikan saran atau usulan kepada siapapun di Telkomsel, termasuk pihak yang ditunjuk ST Mobile dalam Dewan Komisaris atau Dewan Direksi Telkomsel, yang berkaitan dengan tarif atau penetapan harga (pricing). Selanjutnya, mayoritas Dewan Direksi pada Telkomsel diangkat oleh mayoritas pemegang saham, yakni PT Telkom. Oleh karena itu, jika ada pihak memiliki kedudukan untuk mempengaruhi secara material terhadap tarif Telkomsel, maka pihak tersebut adalah PT Telkom dan bukan Temasek, SingTel atau ST Mobile. Tidak ada saran yang mengusulkan bahwa Temasek, SingTel atau ST Mobile kenyataannya memiliki pengaruh material terhadap kebijakan Telkomsel tentang tarif.

Pembelaan Ketiga Tidak ada Bukti Pelanggaran Terhadap Posisi Dominan

Seorang ahli dimintai pendapat sebagai saksi ahli yaitu Profesor Hikmahanto yang menyatakan bahwa STT (pemilik saham Telkomsel) semata-mata berada dalam posisi dominan sebagai hasil dari kepemilikan silang mayoritas dari beberapa perusahaan tidak serta merta merupakan pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli. Hanyalah penyalahgunaan posisi tersebut yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli.
Pandangan Profesor Hikmahanto adalah bahwa Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli harus dibaca berdasarkan Rule of Reason Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli merupakan Bagian Posisi Dominan dan dalam hal ini; Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli tersebut harus dibaca secara bersama-sama dengan penyalahgunaan spesifik dari Posisi Dominan yang dilarang oleh Pasal 25 dari UU Anti Monopoli. Pembacaan secara luas dari Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli, bahwa keberadaan suatu Posisi Dominan semata-mata adalah melawan hukum akan membuat kerancuan pada Pasal 25 dari UU Anti Monopoli karena Pasal 25 dari UU Anti Monopoli hanya diterapkan jika Posisi Dominan disalahgunakan.
KPPU oleh karena itu harus membuktikan tuduhan - tuduhan nya bahwa STT telah nyata-nyata mempergunakan kepemilikannya untuk mengurangi tingkat persaingan di pasar. Kepemilikan mayoritas saja bukanlah pelanggaran terhadap undang-undang.
KPPU harus membuktikan adanya penyalahgunaan dari posisi dominan. KPPU harus juga membuktikan hubungan sebab akibat antara kepemilikan saham STT dan tuduhan pengurangan persaingan. Hanyalah penyalahgunaan posisi yang merupakan pelanggaran. Dinyatakan bahwa KPPU belum dapat melakukan pembuktian dalam hal ini.
Menurut Telkomsel bahwa Telkomsel tidak terbukti menyalahgunakan posisi dominan untuk penguasaan pasar dan pengembangan teknologi disebabkan karena :
1. Dari Aspek legal, tidak ada bukti secara legal Telkomsel menyalahgunakan posisi dominan untuk penguasaan pasar.
2. Dari aspek praktek usaha, Telkomsel selalu mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia, mulai dari proses penetapan tarif, penyampaian report ke regulator, komitment terhadap pengembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sebagai persyaratan terhadap license yang didapat oleh Telkomsel.
3. Dapat disimpulkan berkembangnya bisnis usaha telkomsel murni disebabkan karena Telkomsel melakukan praktek usaha yang sehat dan kinerja yang optimal sejalan dengan misi Telkomsel untuk mewujudkan service leadership company (dalam hal coverage, quality, capacity dan layanan)
“Interpretasi sistematis” KPPU mengenai Pasal 27 sebenarnya membuat rancu konsep mengenai ‘mayoritas’ untuk dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah perusahaan. Sebagai contoh, dalam interpretasi Sistematis, KPPU mengatakan bahwa kepemilikan saham sebesar 25% dapat merupakan sebuah kepemilikan saham mayoritas karena dapat memveto keputusan tertentu. Ini jelas salah. Hanya karena satu pihak memiliki kemampuan untuk menghalangi pengambilan keputusan tertentu dalam suatu perusahaan tidak berarti bahwa pihak tersebut merupakan “pemegang saham mayoritas” dalam perusahaan tersebut.Melalui rezim “one share one vote”, keputusan dalam RUPS pada umumnya dapat dicapai melalui simple majority, yaitu vote diatas 50%. Dengan demikian kendali atas perusahaan tersebut diperoleh jika pelaku usaha memiliki saham diatas 50%.

PERSAINGAN USAHA

ANALISIS PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
NO. 07/KPPU-L/2007 TENTANG KASUS TEMASEK HOLDINGS Pte. Ltd.
TERHADAP PELANGGARAN UU NO 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
(Ditinjau Dari Aspek Pembelaan Diri Temasek Terhadap Tuduhan KPPU)



I. Profile Kasus Temasek Holdings Pte. Ltd.

Pada kisaran bulan April Tahun 2007, terjadi sebuah kasus yang cukup memberikan pengaruh pada dunia telekomunikasi di Indonesia khususnya pengguna jasa telepon seluler. Sebuah perusahaan Holding Company berasal dari Singapura yaitu Temasek Holdings Pte. Ltd. yang mengelola dana investasi sebesar US$ 108 Miliar atau sekitar Seribu triliun rupiah diduga melakukan struktur kepemilikan silang atas saham dua perusahaan jasa seluler Indonesia yaitu Telkomsel dan Indosat. Dugaan tersebut telah berlangsung mulai dari tahun 2002 dan baru diangkat ke sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2006. Adapun pihak-pihak yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan pelanggaran tersebut adalah :
1. Temasek Holdings Pte. Ltd.
2. Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd.
3. STT Communications Ltd.
4. Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd.
5. Asia Mobile Holdings Pte. Ltd.
6. Indonesia Communications Limited.
7. Indonesia Communications Pte. Ltd.
8. Singapore Telecommunications Ltd.
9. Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.
10. PT. Telekomunikasi Selular.

II. Tuduhan Pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 oleh Temasek Holdings Pte Ltd

Adapun dugaan pelanggaran yang dituduhkan oleh KPPU adalah sebagai berikut :
1. Temasek Holdings Pte. Ltd. memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. PT Telekomunikasi Selular (selanjutnya disebut Telkomsel) mempertahankan tarif seluler yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi sehingga melanggar pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.


Tuduhan Pertama : Kepemilikan Silang dan Saham Mayoritas

Bukti tuduhan terhadap Temasek dimuat dalam point ke 46 pada bagian dugaan pelanggaran dalam Putusan KPPU. Berdasarkan fakta yang diperoleh, Temasek melalui anak perusahaannya memiliki 35% saham dengan hak suara di Telkomsel, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris, dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan terutamadalam hal persetujuan anggaran melalui Capex Committee dan kemampuan untukmemveto putusan RUPS (negative control) dalam hal perubahan Anggaran Dasar, buy back saham perusahaan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,pembubaran dan likuidasi perusahaan.
Hal yang sama terjadi juga pada Indosat, Temasek memiliki sekitar 41,94% saham dengan hak suara di Indosat, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan Indosat. Pemegang saham lainnya adalah Pemerintah RI sebesar 15% dan publik sebesar 43,06%. Saham publik diperdagangkan di pasar modal Indonesia dan Amerika Serikat yang berubah-ubah terus kepemilikannya dan secara keseluruhan hampir tidak mungkin untuk bertindak secara bersama-sama. Oleh karena itu Temasek merupakan pengendali aktif (positive control) di Indosat; pada akhir kesimpulannya bahwa KPPU menganggap Temasek melalui anak-anak perusahaannya memiliki kendali pada Telkomsel dan Indosat.
Dasar tuduhan kepada Temasek telah melakukan kepemilikan silang sehingga melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah dengan adanya kepemilikan silang yang dituduhkan oleh KPPU atau masalah cross-ownership. Cross-ownership selain memiliki dampak langsung terhadap perubahan struktur kepemilikan suatu perusahaan juga akan memberikan dampak perubahan struktur industri dimana perusahaan itu berada. Untuk mengukur apakah cross-ownership yang sedang diteliti memberikan dampak buruk terhadap persaingan, otoritas kompetisi lazimnya memperhatikan perubahan tingkat konsentrasi industri sebelum dan sesudah cross-ownership terjadi. Apabila tingkat struktur industri setelah cross-ownership semakin terkonsentrasi maka hal tersebut memberikan indikasi bahwa cross-ownership yang dilakukan berdampak buruk terhadap persaingan.
Hal tersebut didasarkan bahwa peningkatan tingkat konsentrasi suatu industri dapat menjadi indikasi peningkatan market power pelaku usaha dalam industri tersebut. Peningkatan market power memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk menetapkan harga (price maker) Ada tidaknya penggunaan market power yang dimiliki oleh pelaku usaha, dapat diindikasikan dengan:
1. Tingginya harga jual produk;
2. Relatif dengan produk subsitusi;
3. Relatif dengan biaya produksi;
4. Tingginya margin keuntungan pelaku usaha di pasar bersangkutan;
Dampak akhir dari cross-ownership yang berdampak buruk terhadap persaingan adalah adanya nilai kerugian konsumen atau disebut consumer loss. Consumer loss muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual produk dibandingkan dari yang seharusnya dapat dijangkau lebih murah atau kuantitas output di pasaran yang jumlahnya lebih rendah dari yang seharusnya konsumen dapatkan.
Pernyataan utama KPPU menentang terjadinya kepemilikan silang diatas adalah bahwa jika tidak terdapat kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel maka akan menimbulkan kompetisi yang lebih baik.

Tuduhan Kedua : Kepemimpinan Harga (Price leadership) oleh Telkomsel Sehingga Menyebabkan Pemasangan Tarif yang Tinggi

KPPU berpendapat bahwa kepemilikan silang Temasek terhadap Indosat dan Telkomsel telah berpengaruh negatif terhadap kondisi persaingan di pasar relevan. Sehubungan dengan hal ini, KPPU mengklaim sejumlah hal yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Klaim bahwa pasar relevan itu terkonsentrasi tinggi dan terus bertambah dalam beberapa waktu terakhir.
b. Variasi dari klaim mengenai kinerja keuangan Telkomsel yang baik.
c. Klaim bahwa kinerja Indosat tidak baik sejak akuisis saham oleh ICL/ICPL.
d. Klaim yang menyatakan bahwa Telkomsel telah menyebabkan buruknya kinerja Indosat.
e. Klaim bahwa pasar dikarakteristikan dengan dilakukannya price leadership oleh Telkomsel.
f. Klaim bahwa tarif Telkomsel itu berlebihan.
g. Klaim bahwa ketiadaan dugaan “kepemilikan silang”, maka situasi persaingan didalam pasar akan lebih baik.
Selanjutnya KPPU juga menganggap bahwa PT Telkomsel Seluler selaku anak perusahaan Temasek Holdings Pte Ltd telah melakukan praktek oligopoli dimana ada yang disebut dengan Kepemimpinan Harga (Price Leadership). Menurut KPPU, ketika suatu pelaku pasar memiliki posisi yang sangat dominan terhadap pasar secara relatif terhadap kompetitornya, pelaku pasar yang bersangkutan dapat, secara sepihak (unilateraly), menentukan harga pasar tanpa mengindahkan harga yang diberikan oleh kompetitornya. Pada industri yang bersifat oligopoly yang terdapat pemain dominan (dominant player) didalamnya, maka cross-ownership yang terjadi pada dominant player industri tersebut tidak hanya akan berdampak pada peningkatkan konsentrasi dominant player tersebut saja. Peningkatan konsentrasi tersebut memberikan ruang peningkatan market power.
Tingginya market power dominant player relatif terhadap para pesaingnya, memudahkan dominant player menentukan output dan harga tanpa terpengaruh keputusan pesaing. Keputusan dominant player untuk menetapkan tarif tinggi sebagai bentuk penggunaan market power secara optimum akan menjadi pelindung dan insentif bagi pesaing-pesaingnya untuk turut menikmati tarif tinggi. Fenomena tersebut adalah bentuk dari munculnya price leadership.
Kehadiran price leadership dalam suatu industri menyebabkan pilihan konsumen untuk menikmati harga yang lebih murah menjadi terhambat. Indikasi terjadinya price leadership adalah adanya pola perubahan tarif antar operator yang relatif seragam, tingginya harga produk, serta tingginya margin keuntungan antar pelaku usaha;
Alasan KPPU dalam membrikan anggapan demikian adalah bahwa :
a. Telkomsel memiliki :
(i) Pangsa pasar yang terbesar dalam pasar terkait sejak 2001;
(ii) Jaringan BTS yang paling luas; dan
(iii) Pendapatan rata-rata terbesar diantara Indosat, Excelcomindo dan
Telkomsel untuk periode 2001-2006.
b. Perbandingan harga antara Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo dan analisa pola tarif, keduanya memperlihatkan adanya paralel harga (price-parallelism). Khususnya, Indosat dan Excelcomindo mengikuti perubahan harga yang ditetapkan Telkomsel dalam pasar pasca bayar.
c. Untuk itu Telkomsel merupakan pemimpin harga dimana Indosat dan Excelcomindo tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dibidang harga. Secara efektif, terdapat kolusi diam-diam diantara ketiga operator yang efeknya serupa dengan kartel yang mendominasi pasar.

Tuduhan Ketiga : Penyalahgunaan Posisi Dominan.

Bila dikaitkan dengan industri seluler Indonesia, Telkomsel merupakan first mover dalam industri ini, karena merupakan pemain yang paling lama, memiliki posisi dominan, dan pembangunan infrastruktur yang paling luas. Hal ini diperjelas dengan data perbandingan jumlah BTS seluler, dimana Telkomsel memiliki BTS yang paling tinggi, jauh diatas pesaingnya. Adanya jangka waktu lama upaya new entrant tersebut akan membuat first mover memiliki posisi dominan dengan market power yang mudah digunakan untuk mengakumulasi monopolis profit. Telkomsel juga dianggap memperlambat pembangunan BTS milik Indosat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cross-ownership yang terjadi pada industri jasa seluler semakin menjauhkan industri tersebut sehat dan kompetitif karena melemahkan persaingan Indosat sebagai closest rival terhadap Telkomsel sebagai dominan player.


III. Putusan KPPU

Dari beberapa asumsi diatas, selanjutnya KPPU berdasarkan Putusan Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 mengeluarkan putusan sebagai berikut :
Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999;
Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999;
Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999;
Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap;
Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas;
Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atas dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas;
b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun;
Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, bAsia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha)
Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurangkurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini;
Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);



IV. Pembelaan Teamasek Holdings Pte. Ltd.

Pembelaan Pertama : Temasek Tidak Memiliki Saham Mayoritas
Arah dari tuduhan pertama adalah bahwa Temasek memiliki “saham mayoritas” dalam dua penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia melalui anak-anak perusahaannya adalah tidak benar.
KPPU Mencampuradukkan istilah Pemegang Saham “Minoritas” Dan “Mayoritas”. Pengertian yang sebenarnya dari “saham mayoritas” adalah kepemilikan lebih dari 50% saham dalam suatu perusahaan. Secara umum, kata-kata ‘mayoritas’ dan ‘minoritas’ adalah eksklusif. Hanya satu orang yang dapat memegang kepemilikan saham mayoritas. Dalam Undang-undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“Undang-Undang BUMN”) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, keduanya mendefinisikan istilah pemegang saham mayoritas dan keduanya menjadi panduan terbaik dalam menentukan definisi dari istilah tersebut dalam konteks tersebut.
Penjelasan dari Pasal 15 ayat (2) dari Undang-undang Nomor 8Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan “pemegang saham mayoritas” adalah: “mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan.”
Pasal 1 butir 1 dari Undang-Undang BUMN menyebutkan sebagai berikut: “1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan..”
Meskipun seseorang melekatkan definisi “pemegang saham mayoritas” pada hak suara dan bukan pada jumlah saham, harus dicatat bahwa STT (anak perusahaan Temasek) tetap tidak memegang mayoritas baik atas hak suara maupun jumlah saham di Indosat. Jadi definisi apapun yang digunakan, STT tetap di bawah jumlah 50%. STT hanyalah pemegang saham tidak langsung dan tidak memiliki hak suara apapun dalam Indosat.
Terdapat fakta yang diabaikan bahwa kata-kata yang digunakan dalam Pasal 27 tidak melarang seorang pemegang saham untuk belakukan tingkat “penguasaan” yang dimilikinya. Pasal menyebutkan kepemilikan mayoritas. Bahkan pada saat pembuat undang-undang hendak merujuk pada hal pengendalian, pembuat undang-undang telah melakukannya dengan bahasa yang lugas, sebagai contoh dalam Pasal 17 dan 18 dari UU Anti Monopoli.
Dalam sudut pandang Telkomsel, Singtel Mobile hanyalah pemegang saham minoritas yang berhak menunjuk 2 dari 6 anggota Dewan Komisaris Telkomsel, sisanya ditunjuk oleh Telkom. Walaupun saat ini hanya terdapat 5 Komisaris, Telkom tetap berhak untuk menunjuk Komisaris ke-6. Serupa dengan hal tersebut, Singtel Mobile hanya berhak menunjuk 2 dari 5 anggota Dewan Direksi Telkomsel. Lagi-lagi, Telkom merupakan pihak yang berhak menunjuk sisanya. Seluruh keputusan-keputusan dewan pengurus Telkomsel harus dibuat dengan persetujuan mayoritas suara, tidak mungkin Temasek, baik sendiri maupun melalui anak-anak perusahaannya (Terlapor 2 s/d 9), melakukan kendali/kontrol terhadap Telkomsel.


Pembelaan Kedua : Kepemimpinan Harga dalam menerapkan tarif tinggi

Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak mengawasi atau mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan Telkomsel atas pengadaan atau tarif.
Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak memainkan peranan dalam proses pengadaan Telkomsel. Pengadaan diurus oleh Departemen Perencanaan dan pengembangan, yang dikepalai oleh anggota yang dicalonkan Telkom.
Temasek memahami bahwa KPPU telah menyimpulkan dalam laporannya bahwa Telkomsel tidak terikat dalam pengadaan patungan dengan suatu perusahaan yang merupakan afiliasi dengan SingTel tetapi membagi informasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut. KPPU tidak menuduh bahwa pembagian informasi yang terjadi tidak sah atau tidak tepat dengan cara apa pun. Dalam suatu hal, dan karena pertanyaan-pertanyaan tentang pengadaan dan pengadaaan patungan mengambil waktu terlampau banyak selama Pemeriksaan atas SingTeln pada tanggal 23 Juli 2007, NERA telah menyampaikan masalah pengadaan patungan tersebut dan menyimpulkan bahwa pengadaan patungan tersebut dilakukan untuk memperoleh diskon atas dasar volume secara bersaing dengan ketentuan masukan-masukan dalam proses produksi tidak anti kompetitif.
Sebaliknya, diskon atas dasar volume merupakan aspek yang biasa dan sehat atas proses bersaing yang juga memajukan kesejahteraan pelanggan.
Baik Temasek maupun SingTel atau ST Mobile tidak mempengaruhi atas keputusankeputusan Telkomsel atas tafif.
Selanjutnya baik Temasek ataupun SingTel atau ST Mobile tidak berada dalam suatu posisi dan tidak satu pun dari mereka sebenarnya mempengaruhi kebijakan atau keputusan Telkomsel tentang tarif. Kami memahami bahwa KPPU menerima bahwa tarif telekomunikasi seluler sepenuhnya dilimpahkan kepada para operator berdasarkan pokok formula dan struktur tarif yang ditetapkan pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 28 Undang-Undang No.36 tahun 1999.. Menurut Pasal 28 Undang-Undang No.36/1999 mengenai tarif untuk jaringan kerja telekomunikasi dan jasa telekomunikasi harus ditentukan oleh jaringan kerja (“Undang-Undang Telekomunikasi”) dan para operator jasa dengan mengacu pada formula yang ditentukan Pemerintah. Pemerintah mengatur industri telekomunikasi melalui Departemen Perhubungan (“MOC”) dan selanjutnya Departemen Perhubungan dan Informatika (“MOCI”). KPPU juga menerima bahwa para operator telekomunikasi seluler saat ini memenuhi peraturan-peraturan dalam menentukan tarif yang menetapkan harga plafon yang berlaku di Indonesia. Keduanya adalah bagian dari pengaturan sebelum Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 70 mulai berlaku.
Dalam batasan formula sempit yang diharuskan untuk tarif yang ditetapkan Pemerintah, tarif ditentukan oleh Dewan Direksi di mana baik Temasek, ataupun SingTel atau ST Mobile tidak mempunyai suara terbanyak. Ini dikonfirmasikan oleh perwakilan ST Mobile, Tuan Sean Slattery, selama Pemeriksaan atas ST Mobile pada tanggal 23 Juli 2007 dan juga perwakilan Telkomsel selama Pemeriksaan Telkomsel pada tanggal 13 Juli 2007 sebagaimana tercantum di bawah ini.
Pemeriksaan ST Mobile. KPPU: Ada kecenderungan ketika mengkaji secar ekonomis tarif Telkomsel menjadi Leader dalam industri. Telkomsel memasang tarif tinggi, apakah ini diketahui SingTel Mobile? Jawaban: Tarif ditentukan Direksi Telkomsel, SingTel Mobile tidak terlibat. Tidak seorang pun dari SingTel telah memberikan saran atau usulan kepada siapapun di Telkomsel, termasuk pihak yang ditunjuk ST Mobile dalam Dewan Komisaris atau Dewan Direksi Telkomsel, yang berkaitan dengan tarif atau penetapan harga (pricing). Selanjutnya, mayoritas Dewan Direksi pada Telkomsel diangkat oleh mayoritas pemegang saham, yakni PT Telkom. Oleh karena itu, jika ada pihak memiliki kedudukan untuk mempengaruhi secara material terhadap tarif Telkomsel, maka pihak tersebut adalah PT Telkom dan bukan Temasek, SingTel atau ST Mobile. Tidak ada saran yang mengusulkan bahwa Temasek, SingTel atau ST Mobile kenyataannya memiliki pengaruh material terhadap kebijakan Telkomsel tentang tarif.

Pembelaan Ketiga Tidak ada Bukti Pelanggaran Terhadap Posisi Dominan

Seorang ahli dimintai pendapat sebagai saksi ahli yaitu Profesor Hikmahanto yang menyatakan bahwa STT (pemilik saham Telkomsel) semata-mata berada dalam posisi dominan sebagai hasil dari kepemilikan silang mayoritas dari beberapa perusahaan tidak serta merta merupakan pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli. Hanyalah penyalahgunaan posisi tersebut yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli.
Pandangan Profesor Hikmahanto adalah bahwa Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli harus dibaca berdasarkan Rule of Reason Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli merupakan Bagian Posisi Dominan dan dalam hal ini; Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli tersebut harus dibaca secara bersama-sama dengan penyalahgunaan spesifik dari Posisi Dominan yang dilarang oleh Pasal 25 dari UU Anti Monopoli. Pembacaan secara luas dari Pasal 27 huruf a dari UU Anti Monopoli, bahwa keberadaan suatu Posisi Dominan semata-mata adalah melawan hukum akan membuat kerancuan pada Pasal 25 dari UU Anti Monopoli karena Pasal 25 dari UU Anti Monopoli hanya diterapkan jika Posisi Dominan disalahgunakan.
KPPU oleh karena itu harus membuktikan tuduhan - tuduhan nya bahwa STT telah nyata-nyata mempergunakan kepemilikannya untuk mengurangi tingkat persaingan di pasar. Kepemilikan mayoritas saja bukanlah pelanggaran terhadap undang-undang.
KPPU harus membuktikan adanya penyalahgunaan dari posisi dominan. KPPU harus juga membuktikan hubungan sebab akibat antara kepemilikan saham STT dan tuduhan pengurangan persaingan. Hanyalah penyalahgunaan posisi yang merupakan pelanggaran. Dinyatakan bahwa KPPU belum dapat melakukan pembuktian dalam hal ini.
Menurut Telkomsel bahwa Telkomsel tidak terbukti menyalahgunakan posisi dominan untuk penguasaan pasar dan pengembangan teknologi disebabkan karena :
1. Dari Aspek legal, tidak ada bukti secara legal Telkomsel menyalahgunakan posisi dominan untuk penguasaan pasar.
2. Dari aspek praktek usaha, Telkomsel selalu mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia, mulai dari proses penetapan tarif, penyampaian report ke regulator, komitment terhadap pengembangan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia sebagai persyaratan terhadap license yang didapat oleh Telkomsel.
3. Dapat disimpulkan berkembangnya bisnis usaha telkomsel murni disebabkan karena Telkomsel melakukan praktek usaha yang sehat dan kinerja yang optimal sejalan dengan misi Telkomsel untuk mewujudkan service leadership company (dalam hal coverage, quality, capacity dan layanan)
“Interpretasi sistematis” KPPU mengenai Pasal 27 sebenarnya membuat rancu konsep mengenai ‘mayoritas’ untuk dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sebuah perusahaan. Sebagai contoh, dalam interpretasi Sistematis, KPPU mengatakan bahwa kepemilikan saham sebesar 25% dapat merupakan sebuah kepemilikan saham mayoritas karena dapat memveto keputusan tertentu. Ini jelas salah. Hanya karena satu pihak memiliki kemampuan untuk menghalangi pengambilan keputusan tertentu dalam suatu perusahaan tidak berarti bahwa pihak tersebut merupakan “pemegang saham mayoritas” dalam perusahaan tersebut.Melalui rezim “one share one vote”, keputusan dalam RUPS pada umumnya dapat dicapai melalui simple majority, yaitu vote diatas 50%. Dengan demikian kendali atas perusahaan tersebut diperoleh jika pelaku usaha memiliki saham diatas 50%.

Wise Word

The Knowledgement Can Satisfy Your Need But Not Your Greed